FONEMIK
Pengertian Fonemik
Fonemik adalah ilmu yang
mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat
dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan,
maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan,
bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Telah
disebutkan bahwa antara fonetik dan fonemik saling berhubungan dan sukar
dipisahkan, keduanya saling mengisi. Fonemik menggunakana materi yang diambil
dari hasil penelitian fonetik. Namun, tidak seluruh materi fonetik digunakan
oleh fonemik sebab tidak seluruh materi fonetik menarik perhatian fonemik. Karena itulah fonemik mengadakan penilaian
materi, yaitu hanya bunyi-bunyi bahasa yang mampu membedakan arti serta
variasi-variasinya yang muncul dalam ucapan.
Fonetik
yang materi penelitiannya berupa fona-fona dengan jumlah yang tak terbatas
(karena memperhatikan perbedaan ucapan individual), kurang dapat dilihat
manfaatnya jika tidak dikaitkan pada analisis fonemik.
Fona-fona
itu merupakan materi yang harus diolah lebih lanjut, pengolahan yang palling
tepat berdasarkan ilmu bahasa (linguistik) adalah pengolahan secara fonemis,
yang artinnya bahwa fona-fona yang tak terbatas iu harus dibatasi ddengan
pengelompokannya ke dalam unt-unit. Sekelompok bunyi yang mampu membedakan
ariti dijadikan dalam unit-unit fonem, sedangkan perbedaan ucapan yang terdapat
dalam masing-masing unit tersebut merupakan variasi fonem yang ada (alofon).
Objek fonemik
Bunyi
bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi
itu dikelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang
dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seuruh bunyi bahasa yang bisa
dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang
fungsional yang menjadi kajian fonemik. Dalam hal ini L. Bloomfield (1964: 78)
menuliskan “The Study of Significant Speech Sounds is Phonology or Partical
Phonetics”.
Perbedaan
antara bunyi [k] pada kata cocok (sesuai) dengan kata [k] pada kelompok kata
bercocok tanam bersifat fungsional sebab cocok yang pertama diucapkan
dengan kata velar, sedangkan cocok yang
kedua diucapkan dengan [k] hamzah dan cocok pada kedua kata tersebut berbeda
arti. Kata yang pertama diucapkan /cocok/ dan yang kedua diucapkan /coco?/.
Terdapar
beberapa perbedaan dengan kenyataan di
atas adalah [k] pada paku, amki, dan bapak. Walaupun ketiga bunyi [k] tersebut
berbeda ucapannya, perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan dan posisi
bunyi itu sendiri. Posisi bunyi [k] pada awal kata dan [k] pada akhir kata
menyebabkan terjadinya perbedaan uapan. Demikian juga pengaruh bunyi vokal yang
mengikutinya.
Fonemisasi
Fonemisasi
merupakan prosedur atau cara menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa.
Karena bunyi bahasa banyak sekali jumlahnya. Tentunya, fonemisasi merupakan
prosedur menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan arti.
Seperti
yang telah diisyaratkan di atas, fonemisasi bertujuan menentukan struktur
fonemis suatu bahasa. Struktur fonemis bahasa yang lainnya. Lebih jauh dari
itu, fonemisasi memiliki tujuan praktis, yaitu berusaha menciptakan
ejaan(ortografi) sebuah bahasa.
Dalam
fonemisasi ini ditempuhtiga tahapan secara umum yang harus ada dalam setiap
pencarian fonem-fonem suatu bahasa. Tahapan-tahapan itu adalah penyusunan
(arranging), perbandingan (comparing), dan penggabungan (combining).
Pada
tahapan penyusunan diusahakan pencatatan terhadap segala kemungkinan perbedaan
bunyi bahasa fungsional (dapat membawa perbedaan arti). Bunyi-bunyi bahasa
tersebut, baik yang terdapat pada awal kata, tengah kata, maupun akhir kata,
harus dicatat.
Pada
tahap berbandingan secara sederhana hasil penyusunan tahap pertama di atas
dibanding-bandingkan untuk menentukan bunyi manakah yang menyebabkan perbedaan
arti. Untuk mempermudah usaha perbandingan ini dapatlah kata-kata
tersebutdisusun dalam paradigma.
Pada
tahapan penngabungan diusahakan tindakan-tindakan penggabungan atau
inventarisasi dari hasil perbandingan tahap kedua diatas menjadi satu, sehingga
akan dijumpai sejumlah bunyi bahasa yang mempunyai fungsi membedakan arti
(fonem).
Jika
pada tahap penyusunan diusahakan pencatatan sebanyak-banyaknya, tentunya akan
dihasilkan pula jumlah fonem yang cukup banyak. Dengan cara ini akan dapat
ditentukan pula jumlah fonem (segmental) yang terdapat dalam suatu bahasa.
Termsuk juga bahasa Indonesia. Perlu disadari bahwa tidak seluruh bunyi bahasa
fungsional dalam kata-kata yang disusun secara paradigmatis untuk dibandingkan
menempati posisi yang lengkap, yaitu awal kata, tengah kata, dan akhir kata.
Tahapan diatas akan diterapkan sebagai dasar pencariaan fonem suatu bahasa
melalui pasangan minimal, distribusi komplementer, dan variasi bebas..
Pasangan minimal
Seperangkat
kata (dua kata atau lebih) yang memiliki jumlah fonem yang sama, juga jenis
fonem yang sama, kecuali satu fonem yang tapi yang sama. Kecuali fonam yang
berbeda pada urutan yang sama, sedangkan arti kata-kata tersebut berbeda alzim
tersebut pasangan minimal. Sebuah dalil yang digunakan dalam hal ini adalah
bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berada dalam pasangan
minimal merupakan fonem-fonem yang berbeda.
Bunyi-bunyi
yang secara fonetis mirip ataupun tidak itu semata-mata ditentukan oleh lafal
dan daerah artikulasinya. Yng tergolong bunyi-bunyi mirip secara fonetis adalah
sebagai berikut:
- Bunyi-bunyi
yang lafalnya mirip dan seartikulasi, misalnya [p] dan [b]. Kedua bunyi ni
dihasilkan oleh artikulator yan sama, juga dalam daerah artikulasi yang
sama.
- Bunyi-bunyi
yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berdekatan, misalnya [p] dan
[f] kedua bunyi ini tergolong bunyi tak bersuara karena dihasilkan dengan
pita suara tak ikut bergetar. Selain itu, keduanya memerlukan labium bawah
sebagai artikulator aktifnya.
- Bunyi-bunyi
yang lafalnya berbeda, tetapi sedaerah artikulasi, misalnya [b] dan [m].
Kedua bunyi ini dilafalkan secara berdbeda sebab [b] dihasilkan dengan
udara melalui mulut (tergolong fonem oral), sedangkan [m] dihasilkan
dengan udara melalui ronggan hidung (tergolong fonem nasal). Namun,
keduanya dihasilkan dengan melalui bibir bawah sebagai artikulasi aktif
dan bibir atasa sebagai artikulator pasif. Dengan kata lain, keduanya dihasilkan
dalam daerah artikulator yang sama (homorgan), sehingga keduanya
digolongkan fonem-fonem bilabial.
- Bunyi-bunyi
yang lafalnya mirip, tetapi daerah artikulasinya berjauhan misalnya [m]
dan [n]. Kedua bunyi ini dilafalkan dengan udara melalui rongga hidung
(nasal) sedangkan secara artikulatoris [m] tergolong bilabial dan [n]
tergolong velar sebab bunyi terakhir ini dihasilkan dengan mengangkat
belakang lidah (dorsum) sebagai artikulatornya menuju atau menyentuh
langit-langit lunak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar