Minggu, 08 April 2012

FONEMIK


FONEMIK

Pengertian Fonemik
Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Telah disebutkan bahwa antara fonetik dan fonemik saling berhubungan dan sukar dipisahkan, keduanya saling mengisi. Fonemik menggunakana materi yang diambil dari hasil penelitian fonetik. Namun, tidak seluruh materi fonetik digunakan oleh fonemik sebab tidak seluruh materi fonetik menarik perhatian fonemik.  Karena itulah fonemik mengadakan penilaian materi, yaitu hanya bunyi-bunyi bahasa yang mampu membedakan arti serta variasi-variasinya yang muncul dalam ucapan.
Fonetik yang materi penelitiannya berupa fona-fona dengan jumlah yang tak terbatas (karena memperhatikan perbedaan ucapan individual), kurang dapat dilihat manfaatnya jika tidak dikaitkan pada analisis fonemik.
Fona-fona itu merupakan materi yang harus diolah lebih lanjut, pengolahan yang palling tepat berdasarkan ilmu bahasa (linguistik) adalah pengolahan secara fonemis, yang artinnya bahwa fona-fona yang tak terbatas iu harus dibatasi ddengan pengelompokannya ke dalam unt-unit. Sekelompok bunyi yang mampu membedakan ariti dijadikan dalam unit-unit fonem, sedangkan perbedaan ucapan yang terdapat dalam masing-masing unit tersebut merupakan variasi fonem yang ada (alofon).
Objek fonemik
Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi itu dikelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seuruh bunyi bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang fungsional yang menjadi kajian fonemik. Dalam hal ini L. Bloomfield (1964: 78) menuliskan “The Study of Significant Speech Sounds is Phonology or Partical Phonetics”.
Perbedaan antara bunyi [k] pada kata cocok (sesuai) dengan kata [k] pada kelompok kata bercocok tanam bersifat fungsional sebab cocok yang pertama diucapkan dengan  kata velar, sedangkan cocok yang kedua diucapkan dengan [k] hamzah dan cocok pada kedua kata tersebut berbeda arti. Kata yang pertama diucapkan /cocok/ dan yang kedua diucapkan /coco?/.
Terdapar beberapa perbedaan  dengan kenyataan di atas adalah [k] pada paku, amki, dan bapak. Walaupun ketiga bunyi [k] tersebut berbeda ucapannya, perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan dan posisi bunyi itu sendiri. Posisi bunyi [k] pada awal kata dan [k] pada akhir kata menyebabkan terjadinya perbedaan uapan. Demikian juga pengaruh bunyi vokal yang mengikutinya.
Fonemisasi
Fonemisasi merupakan prosedur atau cara menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa. Karena bunyi bahasa banyak sekali jumlahnya. Tentunya, fonemisasi merupakan prosedur menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan arti.
Seperti yang telah diisyaratkan di atas, fonemisasi bertujuan menentukan struktur fonemis suatu bahasa. Struktur fonemis bahasa yang lainnya. Lebih jauh dari itu, fonemisasi memiliki tujuan praktis, yaitu berusaha menciptakan ejaan(ortografi) sebuah bahasa.
Dalam fonemisasi ini ditempuhtiga tahapan secara umum yang harus ada dalam setiap pencarian fonem-fonem suatu bahasa. Tahapan-tahapan itu adalah penyusunan (arranging), perbandingan (comparing), dan penggabungan (combining).
Pada tahapan penyusunan diusahakan pencatatan terhadap segala kemungkinan perbedaan bunyi bahasa fungsional (dapat membawa perbedaan arti). Bunyi-bunyi bahasa tersebut, baik yang terdapat pada awal kata, tengah kata, maupun akhir kata, harus dicatat.
Pada tahap berbandingan secara sederhana hasil penyusunan tahap pertama di atas dibanding-bandingkan untuk menentukan bunyi manakah yang menyebabkan perbedaan arti. Untuk mempermudah usaha perbandingan ini dapatlah kata-kata tersebutdisusun dalam paradigma.
Pada tahapan penngabungan diusahakan tindakan-tindakan penggabungan atau inventarisasi dari hasil perbandingan tahap kedua diatas menjadi satu, sehingga akan dijumpai sejumlah bunyi bahasa yang mempunyai fungsi membedakan arti (fonem).
Jika pada tahap penyusunan diusahakan pencatatan sebanyak-banyaknya, tentunya akan dihasilkan pula jumlah fonem yang cukup banyak. Dengan cara ini akan dapat ditentukan pula jumlah fonem (segmental) yang terdapat dalam suatu bahasa. Termsuk juga bahasa Indonesia. Perlu disadari bahwa tidak seluruh bunyi bahasa fungsional dalam kata-kata yang disusun secara paradigmatis untuk dibandingkan menempati posisi yang lengkap, yaitu awal kata, tengah kata, dan akhir kata. Tahapan diatas akan diterapkan sebagai dasar pencariaan fonem suatu bahasa melalui pasangan minimal, distribusi komplementer, dan variasi bebas..
Pasangan minimal
Seperangkat kata (dua kata atau lebih) yang memiliki jumlah fonem yang sama, juga jenis fonem yang sama, kecuali satu fonem yang tapi yang sama. Kecuali fonam yang berbeda pada urutan yang sama, sedangkan arti kata-kata tersebut berbeda alzim tersebut pasangan minimal. Sebuah dalil yang digunakan dalam hal ini adalah bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berada dalam pasangan minimal merupakan fonem-fonem yang berbeda.
            Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip ataupun tidak itu semata-mata ditentukan oleh lafal dan daerah artikulasinya. Yng tergolong bunyi-bunyi mirip secara fonetis adalah sebagai berikut:
  1. Bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan seartikulasi, misalnya [p] dan [b]. Kedua bunyi ni dihasilkan oleh artikulator yan sama, juga dalam daerah artikulasi yang sama.
  2. Bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berdekatan, misalnya [p] dan [f] kedua bunyi ini tergolong bunyi tak bersuara karena dihasilkan dengan pita suara tak ikut bergetar. Selain itu, keduanya memerlukan labium bawah sebagai artikulator aktifnya.
  3. Bunyi-bunyi yang lafalnya berbeda, tetapi sedaerah artikulasi, misalnya [b] dan [m]. Kedua bunyi ini dilafalkan secara berdbeda sebab [b] dihasilkan dengan udara melalui mulut (tergolong fonem oral), sedangkan [m] dihasilkan dengan udara melalui ronggan hidung (tergolong fonem nasal). Namun, keduanya dihasilkan dengan melalui bibir bawah sebagai artikulasi aktif dan bibir atasa sebagai artikulator pasif. Dengan kata lain, keduanya dihasilkan dalam daerah artikulator yang sama (homorgan), sehingga keduanya digolongkan fonem-fonem bilabial.
  4. Bunyi-bunyi yang lafalnya mirip, tetapi daerah artikulasinya berjauhan misalnya [m] dan [n]. Kedua bunyi ini dilafalkan dengan udara melalui rongga hidung (nasal) sedangkan secara artikulatoris [m] tergolong bilabial dan [n] tergolong velar sebab bunyi terakhir ini dihasilkan dengan mengangkat belakang lidah (dorsum) sebagai artikulatornya menuju atau menyentuh langit-langit lunak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar