ANALISIS
PUISI
Makalah Ini Disusun
Sebagai Tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Apresiasi
Puisi
Pengampu: Uum Qomariah,
S.Pd., M.Hum.
Oleh:
Nama : Annisa Citra Sparina
NIM : 2101408034
Rombel : 1
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . .
. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. RUMUSAN MASALAH. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
C. TUJUAN PENULISAN LAPORAN. . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . .2
BAB II LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PUISI. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..3
B. JENIS-JENIS PUISI. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
C. BUNYI. . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .. . . . .4
D. RIMA. . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . 5
E. KATA. . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .6
F. BAHASA KIAS. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .6
G. SIMBOL ATAU LAMBANG. . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
H. CITRAAN. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .7
I. SARANA RETORIKA. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
J. TIPOGRAFI. . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . 8
K. ENJAMBEMEN. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 8
BAB III ANALISIS
A.
BAB IV PENUTUP ANALISIS PUISI “KEPADA SESOSOK LELAKI YANG BERJALAN MELINTASI SENJA DENGAN BEAUMONT
TUA” KARYA AGUS
HERNAWAN . . . .. . . . . . .9
B.
ANALISIS PUISI “NAFAS PERTAMA” KARYA SITOK SRENGENGE. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .14
C.
ANALISIS PUISI “JANJI ANGIN” KARYA WIDYAWATI OKTAVIA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .. . . . . 19
D.
ANALISIS PUISI “KENANGAN SEPEREMPAT ABAD SILAM” KARYA AHMAD
SYUBBANUDDIN ALWY. . . .. . . 21
E.
ANALISIS PUISI “SAJAK KEMBARA” KARYA ABDUL WACHID BS. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .26
F.
ANALISIS PUISI “MARILAH KUKAWANI” KARYA A MUSTOFA BISRI. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .30
BAB IV PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . .. . . . .. . ..35
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . 37
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan diusun dengan
mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur
fisik dan struktur batinnya.
Sebagai salah satu karya sastra, harus
diakui kalau puisi memang memiliki posisi yang unik. Ada unsur kebebasan yang
mungkin melampaui prosa. Permainan simbolisme yang dihadirkan tidak hanya
dengan kata, tetapi juga dengan angka dan bentuk-bentuk lain menghadirkan
nuansa misteri yang menarik.
Dengan puisi, seseorang bisa memberikan
kritik yang tajam tanpa terkesan mengkritik. Lewat puisi seseorang bisa
menyuarakan pemberontakan tanpa dianggap memberontak. Bahkan, seseorang bisa
dituduh sesat hanya karena puisi yang ditulisnya menyerang keyakinan
tertentu.Maka tak jarang orang akan mengernyitkan dahinya karena melihat
keanehan karya yang disebut puisi. Karena memang tidak mudah memahami puisi
hanya dari membaca sekali dua kali, apalagi sepintas.
Atas dasar tersebut, maka penulis berusaha
menganalisa beberapa puisi dengan melihat aspek jenis puisi, bunyi, rima, kata,
bahasa kias, simbol, citraan, sarana retorika, tipografi, serta enjambemen
puisi tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana analisis puisi “Kepada Sesosok Lelaki yang
Berjalan Melintasi Senja dengan Beaumont Tua” karya Agus
Hernawan?
2.
Bagaimana analisis puisi “Nafas Pertama” karya Sitok Srengenge?
3.
Bagaimana analisis puisi “Janji Angin” karya Widyawati Oktavia?
4.
Bagaimana analisis puisi “Kenangan Seperempat Abad Silam” karya Ahmad
Syubbanuddin Alwy?
5.
Bagaimana analisis puisi “Sajak Kembara” karya Abdul Wachid BS?
6.
Bagaimana analisis puisi “Marilah Kukawani” karya A Mustofa Bisri?
C.TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1.
Mengetahui bagaimana analisis puisi “Kepada Sesosok Lelaki yang
Berjalan Melintasi Senja dengan Beaumont Tua” karya Agus
Hernawan
2.
Mengetahui bagaimana analisis puisi “Nafas
Pertama” karya Sitok Srengenge
3.
Mengetahui bagaimana analisis puisi “Janji Angin” karya Widyawati Oktavia
4.
Mengetahui bagaimana analisis puisi “Kenangan Seperempat Abad Silam” karya Ahmad
Syubbanuddin Alwy
5.
Mengetahui bagaimana analisis puisi “Sajak Kembara” karya Abdul Wachid BS
6.
Mengetahui bagaimana analisis puisi “Marilah Kukawani” karya A Mustofa Bisri
7.
Melengkapi tugas ujian tengah
semester mata kuliah Apresiasi Puisi
BAB II
LANDASAN TEORI
A.PENGERTIAN PUISI
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang
artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari
Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet
berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang
berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan,
guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
B. JENIS-JENIS PUISI
1.
Berdasar Isinya
a. Puisi ide
Puisi ide adalah puisi yang didalamnya terkandung gagasan, ide penyair
(ide; kritikan, anjuran). Misal puisi Aku
karya Chairil Anwar. Dalam puisi tersebut terkandung gagasan Chairil Anwar.
b. Puisi lanskap
Puisi lanskap adalah puisi yang hanya melukiskan keadaan (pemandangan).
2. Berdasar Penggunaan Bahasanya
a. Puisi prismatis
Puisi prismatis adalah
puisi yang banyak menggunakan kiasan, lambang. Puisi ini cenderung sulit
dipahami.
Dalam puisi
prismatis penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, versifikasi,
diksi, dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah
menafsirkan makna puisinya, namun tidak terlalu gelap. Pembaca tetap dapat
menelusuri makna puisi itu. Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak gelap.
Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri pembaca. Jika pembaca mempunyai
latar belakang pengetahuan tentang penyair dan kenyataan sejarah, maka pembaca
akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna puisi tersebut.
b. Puisi diaphan
Puisi diaphan
atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan pengimajian, kata
konkret dan bahasa figuratif, sehingga puisinya mirip dengan bahasa
sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat mudah dihayati maknanya.
C. BUNYI
Konsonan dan
vokal yang disusun begitu rupa dalam puisi akan menimbulkan bunyi. Bunyi ini
dapat mengalirkan perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau
pengalaman-pengalaman jiwa pendengar atau pembaca. Seperti misalnya bila kita
mendengar bunyi musik instrumentalia, bunyi yg merdu itu menimbulkaa perasaan-perasaan,
pikiran-pikiran, dan gambaran angan; pendek kata menimbulkan pengalaman jiwa
yang mengagumkan.
Kombinasi bunyi yang
merdu/ indah itu biasanya disebut efoni (euphony). Kombinasi bunyi merdu ini
menggambarkan perasaan mesra, kasih, sayang atau cinta, serta hal-hal yang
menggembirakan.
Kombinasi bunyi yang
tidak merdu, parau, penuh bunyi k, p, t, s disebut kakafoni (cacophony). Kombinasi bunyi ini
digunakan untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba
tak teratur, bahkan memuakkan.
Di dalam puisi,
bunyi kata itu di samping berfungsi sebagai symbol arti dan juga orkestrasi,
digunakan juga sebagai peniru bunyi (onomatope),
lambang suara (klanksymbolik), kiasan
suara (klankmetaphoor)
D. RIMA
Rima
adalah pengulangan bunyi yang sama dalam puisi yang berguna untuk menambah
keindahan suatu puisi. Dalam puisi diatas, sajaknya adalah sajak-sajak bebas
yang tidak ada rimanya
Jenis-jenis
rima:
1. Asonansi: pengulangan bunyi vokal (
a /e / i / o / u ) dalam satu baris.
Contohnya: setiap pembicaraan
tanpa persatuan
2. Aliterasi: pengulangan bunyi
konsonan dalam satu baris.
Contohnya: tidak setulus hatiku
Berdasarkan
letaknya, rima dibedakan atas:
a.
Rima awal, yaitu persamaan
bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b. Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat di tengah baris pada bait puisi.
c. Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d. Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal.
e. Rima datar yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada baris puisi secara horisontal.
f. Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang
berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang
mengandung kesejajaran maksud.
g. Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang
tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan
lalrik ketiga (ab-ba)
h. Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang
tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua
dengan larik keempat (ab-ab).
i. Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan
bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
j. Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan
bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
k. Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang
tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
E. KATA
Makna
denotasi adalah makna yang sebenarnya yang sama dengan makna lugas untuk
menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual. Makna pada kalimat yang denotatif
tidak mengalami perubahan makna.
Makna
konotasi adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan
merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan.
F.
BAHASA KIAS
Bahasa kias atau
gaya bahasa adalah suatu alat untuk melukiskan, menggambarkan, menegaskan
inspirasi atau ide dalam bentuk bahasa dengan gaya yang mempesona (Jalil, 1985:
31). Dengan gaya bahasa tersebut diharapkan akan memberikan warna kehidupan
atau menghidupkan kata-kata yang dikatakan penyair, apabila penggunaan gaya
bahasa ini tepat, maka akan mempengaruhi hasil karya penyair tersebut.
Puisi merupakan genre sastra yang paling banyak
menggunakan makna kias. Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan betul
dari aspek dan efek pengucapannya. Makna kias kadang sulit ditafsirkan.
G. SIMBOL ATAU LAMBANG
Penggunaan istilah simbol menyaran pada suatu perbandingan yang bisa berupa
banyak hal dengan tujuan estetis, mampu mengkomunikasikan makna, pesan, dan
mampu mengungkap gagasan. Keberadaan simbol dalam puisi atau karya sastra pada
umumnya akan memberikan sumbangan kekuatan makna.
H. CITRAAN
Citraan merupakan
gambaran yang timbul dalam khayal atau angan-angan pembaca puisi atau karya
sastra umum. Gambaran dalam angan-angan seperti itu sengaja diupayakan oleh
penyair agar hal-hal yang semula abstrak menjadi konkret, agar menimbulkan
suasana khusus dan mengesankan (Suharianto, 2005 : 40).
1. Citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh
penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
2. Citra pendengaran,
yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
3. Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang
timbul oleh penciuman dan pencecapan
4. Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh
asosiasi intelektual/pemikiran.
5. Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan
sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat
bergerak.
6. Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan
gambaran-gambaran selingkungan.
7. Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan
gambaran-gambaran kesedihan.
I.
SARANA
RETORIKA
Sarana
retorika merupakan alat untuk mengungkapkan keseluruhan bentuk, dalam arti
bentuk yang terjalin dari kata-kata tersebut. Sarana retorika ini meliputi tiga
hal yakni, ambiguitas, enjabemen, dan elipsis.
Tautology adalah sarana retorika yang
menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya supaya arti kata atau keadaan
itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar. Seiring kata yang dipergunakan
untuk mengulang itu tidak sama, tetapi artinya sama atau hampir sama.
Pleonasme (keterangan berulang) ialah
sarana retorika yang sepintas lalu seperti tautology, tetapi kata yang kedua
sebenarnya telah tersimpul dalam kata pertama.
Enumerasi ialah sarana retorika yang
berupa pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan
agar hal atau keadaan itu lebih jelas dan nyata.
Paralelisme (persejajaran) ialah
mengulang kalimat yang maksud tujuannya serupa. Kalimat yang berikut hanya
dalam satu atau dua kata berlainan dari kalimat yang mendahului.
Retorik retisense, sarana ini
mempergunakan titik-titik banyak untuk mengganti perasaan yan tak terungkapkan.
Paradoks adalah sarana retorika yang
menyatakan sesuatu secara berlawanan.
Kikasmus ialah sarana retorika yang
menyatakan sesuatu diulang, dan salah satu bagian kalimatnya dibalik posisinya.
J.
TIPOGRAFI
Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Tipografi
merupakan pembeda penting antara puisi dengan
prosa dan drama. Larik-Iarik puisi tidak
berbentuk paragraf, namun berbentuk
bait. Dalam puisi-puisi kontemporer, seperti karya-karya Sutardji
Calzoum Bachri, tipografi dipandang
sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga
menggeser kedudukan makna kata-kata.
K. ENJAMBEMEN
Enjambemen adalah kelanjutan
sebuah kalimat dari satu baris/bait ke baris/bait berikutnya. Bisa juga dilihat
sebagai pemenggalan sebuah kalimat menjadi
beberapa
baris.
BAB III
ANALISIS
A.
ANALISIS PUISI “KEPADA SESOSOK LELAKI YANG BERJALAN
MELINTASI SENJA DENGAN BEAUMONT TUA” KARYA AGUS HERNAWAN
Agus Hernawan
Kepada Sesosok Lelaki yang Berjalan Melintasi Senja dengan Beaumont
Tua
di bawah langit senja yang sesaat lagi lenyap, sesosok lelaki
dengan misaim tak rapi, ia yang di masa kecilnya cuma sekali
jadi serdadu, berkawan senapan dari pelepah pisang
yang dikeraskan
kini berjalan melintasi senja dengan beaumont tua, hari yang lusuh
dan wajahnya bergetar seperti berkisah tentang hari-hari
yang pernah singgah, setelah azan berkelebat, menuruni
tangga tangga langgar dan menyebrangi
bentangan rawa-rawa, batas dunia sebelum kesedihan itu tiba
tiba dari seberang. membuat tahun-tahun terbujur seperti sesosok
tubuh perempuan yang begitu kaku kenal terbujur di atas ranjang
dengan darah yang mengalir dari selangkangan
sesosok lelaki dengan misaim tak rapi, masa silam yang terbang
kini tak lagi kau kenali. menjadi rahasia diantara tanah, langit
dan sorga. pergi. pergi dengan beaumont tua. dengan letih,
dan kabar dari balik senja yang hilang. dari tumit bukit
tempat asal bunyi letusan dan darah yang menyusupi tanah
seperti gelap yang menyusup di malam hari,
meninggalkan sesosok tubuh yang tak lagi
dikenali, sesosok lelaki dengan misai tak rapi
yang kalah yang terkapar di tanah.
2002
Sumber: Jurnal Puisi No. 11-12-13 2003
Halaman 12
1.
Jenis Puisi
Berdasarkan isinya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi lanskap, karena puisi tersebut hanya melukiskan
keadaan saja. Sedangkan berdasarkan penggunaan bahasanya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi diaphan, karena puisi tersebut kurang menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, serta puisi puisi tersebut
mudah dihayati maknanya.
2.
Bunyi
Kombinasi bunyi yang terdapat dalam
puisi tersebut ialah kakafoni (cacophony). Kombinasi ini penuh bunyi k, p, t,
s. Kombinasi bunyi ini menggambarkan sepenggal kisah kehidupan lelaki tua
dengan suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, dan tak teratur.
3.
Rima
a.
Rima tengah
ü tiba dari seberang, membuat tahun tahun terbujur seperti
sesosok
tubuh perempuan yang begitu kau kenal terbujur di atas
ranjang
ü meninggalkan sesosok tubuh yang tak lagi
dikenali, sesosok lelaki dengan misai tak rapi
b.
Rima akhir
§ di bawah langit senja yang sesaat lagi lenyap, sesosok lelaki
dengan misai tak rapi, ia yang dimasa kecilnya cuma sekali
§ dan wajahnya bergetar seperti berkisah tentang hari-hari
yang pernah singgah , setelah
azan berkelebat, menuruni
tangga tangga langgar dan
menyeberangi
§ meninggalkan sesosok tubuh yang tak lagi
dikenali, sesosok lelaki
dengan misai tak rapi
c.
Rima horisontal
o kini tak lagi kau kenali, menjadi rahasia di antara tanah, langit
dan sorga. pergi. pergi dengan beaumont tua. dengan
letih,
o dan kabar dari balik senja yang hilang , dari tumit
bukit
tempat asal bunyi letusan dan darah yang menyusupi tanah
o meninggalkan sesosok tubuh yang tak lagi
dikenali, sesosok lelaki dengan misai tak rapi
yang kalah yang terkapar
di tanah
d.
Rima fertikal
§ di bawah langit senja yang sesaat lagi lenyap, sesosok lelaki
dengan misai tak rapi, ia yang dimasa kecilnya cuma sekali
§ dan wajahnya bergetar seperti berkisah tentang hari-hari
yang pernah singgah , setelah azan berkelebat, menuruni
tangga tangga langgar dan menyeberangi
§ meninggalkan sesosok tubuh yang tak lagi
dikenali, sesosok lelaki dengan misai tak rapi
4.
Kata
Puisi tersebut banyak menggunakan
kata-kata denotasi, namun terdapat pula kata-kata konotasi. Makna denotasi
diantaranya terdapat dalam bait ‘dengan
misai tak rapi, ia yang di masa kecilnya cuma sekali/ jadi serdadu, berkawan
senapan dari pelepah pisang/ yang dikeraskan,’. Makna konotasi diantaranya
terdapat dalam frasa ‘di bawah langit
senja yang sesaat lagi lenyap’ mempunyai makna hari yang menjelang malam.
5.
Bahasa Kias
a.
Simile
(perbandingan/perumpamaan)
o dan wajahnya bergetar seperti
berkisah tentang hari-hari
yang pernah singgah , setelah azan berkelebat, menuruni
o tiba dari seberang , membuat tahun tahun terbujur seperti sesosok
tubuh perempuan yang begitu kau kenal terbujur di atas ranjang
o tempat asal bunyi letusan dan darah yang menyusupi tanah
seperti gelap yang menyusup di malam hari,
b.
Personifikasi
o kini berjalan melintasi senja dengan beaumont tua , hari yang lusuh
o tiba dari seberang , membuat tahun
tahun terbujur seperti sesosok
tubuh perempuan yang begitu kau kenal terbujur di atas ranjang
o sesosok laki laki dengan misai tak rapi , masa silam yang terbang
6.
Simbol atau lambang
Puisi ini menggunakan
kata-kata yang lugas, tidak ditemukan symbol maupun lambang dalam puisi ini.
7.
Citraan
a.
Citraan penglihat, terdapat dalam bait berikut:
ü di
bawah langit senja yang sesaat lagi lenyap , sesosok
lelaki
dengan misai tak rapi, ia yang dimasa kecilnya cuma
sekali
jadi serdadu, berkawan senapang dari pelepah pisang
yang dikeraskan
ü bentangan rawa rawa , batas dunia sebelum kesedihan itu
tiba
tiba dari seberang , membuat tahun tahun terbujur seperti sesosok
tubuh perempuan yang begitu kau kenal terbujur di atas ranjang
dengan darah yang mengalir diselakangan
ü sesosok
laki laki dengan misai tak rapi , masa silam yang terbang
kini tak lagi kau kenali, menjadi rahasia di antara tanah, langit
dan sorga. pergi. pergi dengan beaumont tua. dengan letih,
ü meninggalkan
sesosok tubuh yang tak lagi
dikenali, sesosok lelaki dengan misai tak rapi
yang kalah yang terkapar di tanah
b.
Citraan gerakan, terdapat dalam bait berikut:
kini berjalan melintasi senja dengan beaumont tua ,
hari yang lusuh
dan wajahnya bergetar seperti berkisah tentang hari-hari
yang pernah singgah , setelah azan berkelebat,
menuruni
tangga tangga langgar dan menyeberangi
c.
Citraan pendengaran, terdapat dalam bait berikut:
bentangan rawa rawa , batas dunia sebelum kesedihan itu
tiba
tiba dari seberang , membuat tahun
tahun terbujur seperti sesosok
tubuh perempuan yang begitu kau
kenal terbujur di atas ranjang
dengan darah yang mengalir
diselakangan
8.
Sarana Retorika
Puisi tersebut menggunakan pengulangan
kata sebai sarana retorika.
9.
Tipografi
Puisi di atas menggunakan tipografi
jenis egyptian karena tampilannya berbentuk persegi seperti papan dengan
ketebalan yang sama atau hampir sama.
10.
Enjambemen
ü
di bawah langit senja yang
sesaat lagi lenyap , sesosok lelaki
dengan misai tak rapi, ia
yang dimasa kecilnya cuma sekali
ü
dengan misai tak rapi, ia yang
dimasa kecilnya cuma sekali
jadi serdadu, berkawan
senapang dari pelepah pisang
ü
jadi serdadu, berkawan senapang
dari pelepah pisang
yang dikeraskan
ü
dan wajahnya bergetar seperti
berkisah tentang hari-hari
yang pernah singgah ,
setelah azan berkelebat, menuruni
ü
yang pernah singgah , setelah
azan berkelebat, menuruni
tangga tangga langgar dan menyeberangi
ü
bentangan rawa rawa , batas dunia sebelum kesedihan itu
tiba
tiba dari seberang ,
membuat tahun tahun terbujur seperti sesosok
tubuh perempuan yang begitu kau kenal terbujur di
atas ranjang
dengan darah yang mengalir diselakangan
ü
meninggalkan sesosok tubuh yang
tak lagi
dikenali, sesosok lelaki
dengan misai tak rapi
B.
ANALISIS PUISI “NAFAS PERTAMA” KARYA SITOK SRENGENGE
Sitok Srengenge
Nafas
Pertama
Dengan semesta cinta
kautiup aku ke rongga bola kaca
napasmu menjelma udara di ruang hampa
dan aku mengembara tanpa rupa
Terkurung di dalam gelembung
yang sungguhpun luas namun terbatas
terasing dari hening abadi
gemuruh ruh meluruh tubuh
jadi sekutu tubuh
Napasmu nyusup menandur denyut di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir
dari dan ke jantung yang kaujadikan hulu dan hilir
Dipantulkan dinding jantungku denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku berjaga
menyalur gerak ke sekujur
Hidup adalah napasmu
mengalir di dalam tubuhku
1999
Sumber: Jurnal Puisi No. 11-12-13 2003
Halaman 91
- Jenis Puisi
Berdasarkan isinya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi ide, karena puisi tersebut mengisahkan tentang
gagasan penulis yang sedang dilanda asmara. Sedangkan berdasarkan penggunaan
bahasanya, puisi tersebut termasuk dalam jenis puisi prismatis, karena puisi
tersebut menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, serta
puisi tersebut baru dapat dipahami setelah beberapa kali penghayatan.
- Bunyi
Kombinasi bunyi yang terdapat dalam
puisi tersebut ialah efoni (euphony). Kombinasi bunyi merdu ini menggambarkan
perasaan mesra, kasih, sayang atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan
yang terdapat dalam puisi terserbut.
- Rima
a.
Rima tengah
ü Dengan semesta cinta
kautiup aku ke rongga bola kaca
nafasmu menjelma udara diruang hampa
dan aku mengembara tanpa rupa
ü Napasmu nyusup menandur denyut di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir
dari dan ke jantung yang kau jadikan hulu dan hilir
Dipantulkan dinding jantungku denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku berjaga
menyalur gerak ke sekujur
b.
Rima vertikal
ü Dengan semesta cinta
kautiup aku ke rongga bola
kaca
nafasmu menjelma udara diruang
hampa
dan aku mengembara tanpa
rupa
ü Napasmu nyusup menandur denyut di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu
darahku mengalir
dari dan ke jantung yang
kau jadikan hulu dan hilir
Dipantulkan dinding jantungku
denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku
berjaga
menyalur gerak ke sekujur
c.
Rima horisontal
Terkurung di dalam gelembung
yang sungguhpun luas namun terbatas
terasing dari hening abadi
gemuruh ruh meluruh rubuh
jadi sekutu tubuh
d.
Rima akhir
ü Dengan semesta cinta
kautiup aku ke rongga bola kaca
nafasmu menjelma udara diruang hampa
dan aku mengembara tanpa rupa
ü Dipantulkan dinding jantungku denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku berjaga
menyalur gerak ke sekujur
ü Terkurung di dalam gelembung
yang sungguhpun luas namun terbatas
terasing dari hening abadi
gemuruh ruh meluruh rubuh
jadi sekutu tubuh
ü Napasmu nyusup menandur denyut di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir
dari dan ke jantung yang kau jadikan hulu dan hilir
ü Dipantulkan dinding jantungku denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku berjaga
menyalur gerak ke sekujur
- Kata
Puisi tersebut banyak menggunakan
kata-kata konotasi. Makna konotasi diantaranya terdapat dalam larik ‘Napasmu nyusup menandur denyut di relung
jantung/ dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir’ mempunyai makna
bahwa kehidupan penyair menyatu dengan kehidupan kekasihnya.
- Bahasa Kias
Bahasa kias yang banyak digunakan
dalam puisi tersebut adalah simile epik, terlihat pada larik-larik berikut:
Napasmu nyusup menandur denyut di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir
dari dan ke jantung yang kau jadikan hulu dan hilir
Dipantulkan dinding jantungku denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku berjaga
menyalur gerak ke sekujur
Alegori juga digunakan dalam puisi
tersebut, terlihat pada larik-larik berikut:
Dengan semesta cinta
kautiup aku ke rongga bola kaca
nafasmu menjelma udara diruang hampa
dan aku mengembara tanpa rupa
- Simbol atau Lambang
Dalam puisi tersebut terdapat
beberapa kata yang merupakan simbol sesuatu, diantaranya kata ‘semesta’ adalah
simbol keagungan, kata ‘nafasmu’ adalah simbol kehidupan.
- Citraan
a.
Citraan pendengaran, terdapat dalam bait berikut:
Dengan semesta cinta
kautiup aku ke rongga bola kaca
nafasmu menjelma udara diruang hampa
dan aku mengembara tanpa rupa
Terkurung di dalam gelembung
yang sungguhpun luas namun terbatas
terasing dari hening abadi
gemuruh ruh meluruh rubuh
jadi sekutu tubuh
b.
Citraan gerakan, terdapat dalam bait berikut:
Napasmu nyusup menandur denyut di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir
dari dan ke jantung yang kau jadikan hulu dan hilir
Dipantulkan dinding jantungku denyutmu bergema
mengecup urat syaraf yang tidur
Dibisiki denyutmu jantungku berjaga
menyalur gerak ke sekujur
- Sarana Retorika
Paradoks digunakan dalam puisi ini, idalah sarana
retorika yang menyatakan sesuatu secara berlawanan. Hal ini terdapat dalam bait
‘yang sungguhpun luas namu terbatas’.
- Tipografi
10.
Enjambemen
ü
Terkurung di dalam gelembung
yang sungguhpun luas namun terbatas
terasing dari hening abadi
gemuruh ruh meluruh rubuh
jadi sekutu tubuh
ü
Napasmu nyusup menandur denyut
di relung jantung
dihalau dan dihela denyutmu darahku mengalir
dari dan ke jantung yang
kau jadikan hulu dan hilir
C.
ANALISIS PUISI “JANJI ANGIN” KARYA WIDYAWATI OKTAVIA
Widyawati Oktavia
Janji
Angin
Aku akan terbangkan kau ke langit
jauh
tinggi ke tempat bintang-bintang
aku akan ajak kau mengunjungi bulan
pun
matahari kalau kau mau
aku
adalah angin
kau
dapat percaya padaku
namun yang kudengar
“aku
tetap debu, takkan berarti apa-apa.”
26 Januari 2002
Sumber: Jurnal Puisi No. 11-12-13 2003
Halaman 124
- Jenis puisi
Berdasarkan isinya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi ide, karena puisi tersebut mengisahkan tentang
gagasan penulis yang berkeinginan untuk menunjukkan kehebatan dirinya, namun
orang tak percaya padanya. Sedangkan berdasarkan penggunaan bahasanya, puisi
tersebut termasuk dalam jenis puisi prismatis, karena puisi tersebut
menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, serta puisi
tersebut baru dapat dipahami setelah beberapa kali dibaca dan butuh penghayatan.
- Bunyi
Kombinasi bunyi yang terdapat dalam
puisi tersebut ialah efoni (euphony). Kombinasi bunyi merdu ini menggambarkan
perasaan mesra, kasih, sayang atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan
yang terdapat dalam puisi terserbut.
- Rima
a.
Rima awal
aku akan ajak kau
mengunjungi bulan
pun matahari kalau kau mau
aku adalah angin
kau dapat percaya padaku
b.
Rima tengah
Aku akan terbangkan kau ke langit
jauh tinggi ke tempat bintang-bintang
aku akan ajak kau mengunjungi bulan
pun matahari kalau kau mau
aku adalah angin
kau dapat percaya padaku
- Kata ( Denotasi dan Konotasi )
Puisi tersebut banyak menggunakan
kata-kata konotasi, dan hampir tidak didapati frasa yang bermakna denotasi. Hal
ini terlihat pada penggalan puisi berikut:
Aku
akan terbangkan kau ke langit
jauh tinggi ke tempat bintang-bintang
aku akan ajak kau mengunjungi bulan
pun matahari kalau kau mau
Bait di atas mengandung kata konotasi yang mempunyai
arti bahwa si penulis ‘aku’ akan membawa seorang yang dicintainya ke tempat
yang jauh dan indah. Pada lirik ‘aku adalah angin’, mempunyai arti bahwa si
penulis ‘aku’ dapat membawa seorang yang dicintai ke mana saja.
- Bahasa Kias
a.
Metafora
o
aku adalah angin
o
“aku
tetap debu, takkan berarti apa-apa.”
b.
Allegori
Aku akan terbangkan kau ke langit
jauh tinggi ke tempat bintang-bintang
aku akan ajak kau mengunjungi bulan
pun matahari kalau kau mau
- Simbol atau lambang
Dalam puisi tersebut terdapat
beberapa kata yang merupakan simbol sesuatu, diantaranya kata “ langit” adalah
simbol tinggi, kata “ bintang-bintang dan bulan” adalah simbol keindahan, kata
”matahari” adalah simbol keagungan, kata “debu” adalah simbol kecil.
- Citraan
Citraan yang terdapat dalam puisi tersebut adalah
citraan pendengaran, terlihat dalam bait berikut:
namun yang kudengar;
“aku
tetap debu, takkan berarti apa-apa.”
- Sarana Retorika
Puisi ini menggunakan enumerasi,
sarana retorika yang berupa pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa
bagian dengan tujuan agar hal atau keadaan itu lebih jelas dan nyata.
- Tipografi
- Enjambemen
namun yang kudengar;
“aku tetap debu, takkan berarti apa-apa.”
D.
ANALISIS PUISI “KENANGAN SEPEREMPAT ABAD SILAM” KARYA AHMAD
SYUBBANUDDIN ALWY
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Kenangan
Seperempat Abad Silam
jalan-jalan masih berdarah, lika pohon
berkabut dalam risik gelisah, riuh pertempuran
menghambur hancur ke pelukanku semalaman, dan...
Aku terlunta memandang pematang tubuhku penuh
ilalang
halilintar menggelepar, bayang-bayang kematian
terbentang
juntai bunga api, bilur fajar pagi, dan kilau
cahaya galaksi
merayakan kesepian panjang. Dan seperti tak pernah
mengenalmu
senantiasa, kuciptakan kembali busur kiblat untuk
mengungsi
dan puing-puing, juga retakan waktu yang berangkat
tua
menyentuh ulu hatiku dengan sisa kenangan,
seperempat abad silam:
alunan dzikir, samudera takbir, dan gemerincing
gerimis muram
berpendaran dari sayatan hari-hariku menjadi
rintihan puisi
Di lereng tebing ruhaniku, serpihan masa
kanak-kanak itu melukiskan gelombang tangis nyeri pada gari,
doa-doa para sufi beterbangan meniti tangga-tangga
dan pintu langit ampunanmu
rasi bintang-bintang menyisih dari pusaran lambung
matahari
deru angin berhamburan membelah pecah imanku yang
menyangga
tapi seperti Ibrahim, aku masih menemukan isyarat
dan getar rahasia
wajah pualam rembulan, hamparan laut kelam,
kemudian kesunyian
di kejauhan, seribu purnama menyepuh
berhelai-helai airmataku
yang tergerai dan berdarah, mencium sajadah dan
hulu tanah
menara-menara masdjid menjulang, ayat-ayat suci
bermekaran
di tengah kolam terata yang bertasbih perih dalam
rongga dadaku
seperti orang alim, kuterima gulungan lumpur dan
gosong rawa-rawa
juga semenanjung karang, perahu para perusuh yang
datang dari jauh
melewati metabolisme darah untuk menyalahkan serat
api yang angkuh
kelak melumuri separoh kota menjadi kilang minyak,
kuseduh dengan gembira
jaritan caci-maki, lengking gelak-tawa dan
rangkaian panjang selongsong senjata
mengapakah perkampungan miskin yang papa
kauhanguskan juga menjadi arang
dan menyekapku di tengah kepulauan negeri,
dihujani arak serta ledakan perang?
kini, kulupakan kenangan seperempat abad silam
masa kanak-kanak yang syahdu:
pesisir bendungan denan tanah segar, laut ganggang
dan mendung bagai salju
Semua berakhir: para pemimpin memaksa jalan
pikiranku menjadi serdadu dan...
Cirebon, 1999-2000
- Jenis Puisi
Berdasarkan isinya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi ide, karena puisi tersebut mengisahkan tentang
gagasan penulis tentang kisah penulis, juga tentang kehidupan religinya.
Sedangkan berdasarkan penggunaan bahasanya, puisi tersebut termasuk dalam jenis
puisi prismatis, karena puisi tersebut menggunakan pengimajian, kata konkret
dan bahasa figuratif, serta puisi tersebut baru dapat dipahami setelah beberapa
kali dibaca dan butuh penghayatan.
- Bunyi
Kombinasi bunyi yang terdapat dalam
puisi tersebut ialah kakafoni (cacophony). Kombinasi ini penuh bunyi k, p, t,
s. Kombinasi bunyi ini menggambarkan kisah penulis dengan suasana yang penuh
dengan gejolak dan tidak selalu menyenangkan.
- Rima
Rima yang terdapat dalam puisi tersebut ialah rima akhir,
diantaranya terdapat pada bait-bait berikut:
juga
semenanjung karang, perahu para perusuh yang datang dari jauh
melewati
metabolisme darah untuk untuk menyalahkan serat api yang angkuh
ketak
melumuri separoh kota menjadi kilang minyak, kauseduh dengan gembira
jeritan
caci maki, lengking gelak tawa dan rangkaian panjang selongsong senjata
mengapakah
perkampungan miskin yang papa kauhanguskan juga menjadi arang
dan
menyekapku di tengah kepulauan negeri, dihujani arak serta ledakan perang?
- Kata
Puisi tersebut banyak menggunakan
kata-kata konotasi. Hal ini diantaranya terlihat pada bait berikut:
jalan-jalan masih berdarah, lika pohon
berkabut dalam risik gelisah, riuh pertempuran
Bait di atas mempunyai arti
situasi saat peperangan banyak peperangan dan
pertumpahan darah.
menara-menara masjid menjulang, ayat-ayat suci
bermekaran
Bait tersebut mepunyai arti bahwa banyak masjid-masjid yang tetap
kokoh berdiri dan ayat suci yang selalu dibaca.
- Bahasa Kias
Majas yang banyak terdapat dalam puisi ini ialah personifikasi, terlihat pada beberapa bait berikut ini:
Di lereng tebing ruhaniku, serpihan
masa kanak-kank itu melukiskan gelombang tangis nyeri pada gari,
doa-doa para sufi beterbangan, meniti tangga-tangga dan pintu langit
ampunanmu
rasi bintang bintang menyisih dari pusaran lambung matahari
deru angin berhamburan membelah pecah imanku yang menganga
tapi seperti ibrahim, aku masih menemukan isyarat dan getar rahasia
wajah pualam rembulan, hamparan laut kelam, kemudian kesunyian
di kejauhan, seribu purnama menyepuh berhelai-helai airmataku
yang tergerai dan berdarah, mencium sajadah dan hulu tanah
- Simbol atau lambang
Dalam puisi tersebut terdapat
beberapa kata yang merupakan simbol sesuatu, diantaranya kata ‘matahari’ adalah
simbol kekuatan, kata ‘pualam rembulan’ adalah simbol keindahan,kata ‘masjid’
adalah keagungan, kata ‘lumpur’ adalah simbol kekecewaan, kata ‘gosong
rawa-rawa’ adalah simbol luka, kata ‘karang’ adalah simbol tajam.
- Citraan
Citraan yang terdapat dalam puisi tersebut antara lain
citraan penglihatan
- Sarana Retorika
Retorik retisense digunakan dalam
puisi ini, sarana ini mempergunakan titik-titik banyak untuk mengganti perasaan
yan tak terungkapkan.
Semua berakhir: para pemimpin memaksa jalan
pikiranku menjadi serdadu dan...
- Tipografi
Puisi ini menggunakan jenis tipografi
sans serif, dengan ciri tanpa sirip/ serif, dan memiliki ketebalan huruf yang
sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah
modern, kontemporer dan efisien.
- Enjambemen
ü
jalan-jalan masih berdarah, lika
pohon
berkabut dalam risik gelisah, riuh pertempuran
ü
berkabut dalam risik gelisah, riuh
pertempuran
menghambur
hancur ke pelukanku semalaman, dan...
ü
jalan-jalan masih berdarah,
lika pohon
berkabut dalam risik gelisah, riuh pertempuran
menghambur hancur
ke pelukanku semalaman, dan...
Aku terlunta memandang pematang tubuhku penuh ilalang
E.
ANALISIS PUISI “SAJAK KEMBARA” KARYA ABDUL WACHID BS
Abdul Wachid BS
Sajak
Kembara
Jika pergi ke Cirebon
Pastilah lewat Losari
Jika wajah merah jambon
Pastilah tertambat puteri
Gadisku
Hidup apa kau janjikan
Hidup siapa kuberikan
Kita tak paham pada pemahaman
Kita jath cinta pada garis tangan
Pernah kau berkata
Perempuan bisa bohong sebab cinta
Tapi jadi realita
Pria bohong sebab bisa cinta
Cinta kepada ibu jadi abadi
Cinta kepada anak tak mau berbagi
Cinta kepadamu
Kenapa menyergap berkali-kali?
Kembang kamboja jatuh di rambutmu
Aku ngungun jatuh di pelukanmu
Tapi inikah jatuh yang justru bangun?
Kembara berhenti di pinggir kali
Kali kecil tanah Losari
Berkaca ia di cermin kali
Gadisku, ia berhenti tak cuma numpang mandi
2001
- Jenis Puisi
Berdasarkan isinya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi ide, karena puisi tersebut mengisahkan tentang
gagasan penulis tentang kisah penulis, tentang makna cinta. Sedangkan
berdasarkan penggunaan bahasanya, puisi tersebut termasuk dalam jenis puisi
prismatis, karena puisi tersebut menggunakan pengimajian, kata konkret dan
bahasa figuratif, serta puisi tersebut baru dapat dipahami setelah beberapa
kali dibaca dan butuh penghayatan.
- Bunyi
Kombinasi bunyi yang terdapat dalam
puisi tersebut ialah efoni (euphony). Kombinasi bunyi merdu ini menggambarkan
perasaan mesra, kasih, sayang atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan
yang terdapat dalam puisi terserbut.
- Rima
a.
Rima awal
ü
Jika pergi ke Cirebon
Pastilah lewat Losari
Jika wajah merah jambon
Pastilah tertambat puteri
ü
Hidup apa kau janjikan
Hidup siapa kuberikan
Kita tak paham pada pemahaman
Kita jatuh cinta pada garis tangan
ü
Cinta kepada ibu jadi abadi
Cinta kepada anak tak mau berbagi
Cinta kepadamu
Kenapa
menyergap berkali-kali?
b.
Rima tengah
ü
Kita tak paham pada
pemahaman
Kita jatuh cinta pada garis tangan
ü
Pernah kau berkata
Perempuan
bisa bohong sebab cinta
Tapi
jadi realita
Pria
bohong sebab bisa cinta
ü
Cinta kepada ibu jadi
abadi
Cinta
kepada anak tak mau berbagi
Cinta
kepadamu
Kenapa
menyergap berkali-kali?
ü
Kembang kamboja jatuh di
rambutku
Aku
ngungun jatuh di pelukanmu
Tapi
inikah jatuh yang justru bangun?
ü
Kembara berhenti di
pinggir kali
Kali
kecil tanah Losari
Berkaca
ia di cermin kali
Gadisku,
ia berhenti tak Cuma numpang mandi
c.
Rima akhir dan rima vertikal
ü
Pernah kau berkata
Perempuan
bisa bohong sebab cinta
Tapi
jadi realita
Pria
bohong sebab bisa cinta
ü
Kembara berhenti di pinggir kali
Kali
kecil tanah Losari
Berkaca
ia di cermin kali
Gadisku,
ia berhenti tak Cuma numpang mandi
- Kata
‘Kita jatuh cinta pada garis
tangan’, mempunyai arti bahwa penyair lebih percaya pada takdir.
Cinta kepadamu
Kenapa menyergap berkali-kali?
Bait di atas mempunyai arti walaupun cinta telah
dilupakan namun tetap dating. Sedangkan makna denotasi terlihat pada bait:
Jika pergi ke Cirebon
Pastilah lewat Losari
- Bahasa Kias
- Simbol atau lambang
Dalam puisi tersebut terdapat beberapa kata yang
merupakan simbol sesuatu, diantaranya kata ‘gadisku’ adalah simbol kekasih,
kata ‘garis tangan’ adalah simbol takdir.
- Citraan
a.
Citraan gerakan
Jika pergi ke Cirebon
Pastilah lewat Losari
Jika wajah merah jambon
Pastilah tertambat puteri
b.
Citraan penglihatan
Kembang kamboja jatuh di rambutku
Aku ngungun jatuh di pelukanmu
Tapi inikah jatuh yang justru bangun?
Kembara berhenti di pinggir kali
Kali kecil tanah Losari
Berkaca ia di cermin kali
Gadisku, ia berhenti tak Cuma numpang mandi
- Sarana Retorika
Sarana retorika yang digunakan dalam
puisi ini ialah paralelisme (persejajaran) ialah mengulang kalimat yang maksud
tujuannya serupa. Kalimat yang berikut hanya dalam satu atau dua kata berlainan
dari kalimat yang mendahului.
- Tipografi
Puisi yang berjudul “Sajak Kembara”
di atas, menggunakan jenis tipografi roman, dengan ciri memiliki
sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Kesan yang ditimbulkan
adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.
- Enjambemen
Pernah kau berkata
Perempuan bisa bohong sebab cinta
F.
ANALISIS PUISI “MARILAH KUKAWANI” KARYA A MUSTOFA BISRI
A Mustofa Bisri
Marilah
Kukawani
Marilah kukawani, kawan
Akan kemana kau? Aku tahu
Kau seperti aku
Memerlukan kawan
Burung-burung yang merdu menghibur
Kicaunya telah mati
Tinggal codot-codot rakus dan lamur
Yang berisik saat mencuri
Lihatlah langit-langit begitu kelam
Malam telah menelan bulan
Dan bintang-bintangnya
Siang tak lagi punya mentari
Bumi tergolek sendiri
Tak brenti meratapi nasibnya
Akan kemana kau, kawan?
Lihatlah serigala ada dimana-mana
Saling terkam entah berebut apa
Bau busuk sampah sepanjang jalan
Akan kemana kita?
Marilah kukawani saja kau
Meninggalkan kuburan ini
Mencari kehidupan baru.
Renbang, 20.1.2001
- Jenis Puisi
Berdasarkan isinya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi lanskap, karena puisi tersebut hanya melukiskan
keadaan saja. Sedangkan berdasarkan penggunaan bahasanya, puisi tersebut
termasuk dalam jenis puisi diaphan, karena puisi tersebut kurang menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, serta puisi puisi tersebut
mudah dihayati maknanya.
- Bunyi
Kombinasi bunyi yang terdapat dalam
puisi tersebut ialah kakafoni (cacophony). Kombinasi ini penuh bunyi k, p, t,
s. Kombinasi bunyi ini menggambarkan sepenggal kisah kehidupan lelaki tua
dengan suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, dan tak teratur.
- Rima
a.
Rima tengah
ü
Dari rongga itu
Laknat bisa kau tembakkan
pujian bisa kau hamburkan
ü
Dari rongga itu
Perang bisa kau canangkan
Perdamaian bisa kau ciptakan
b.
Rima akhir
ü
Marilah kukawani, kawan
Akan kemana kau? Aku tahu
Kau seperti aku
Memerlukan kawan
- Kata
Makna konotasi terlihat pada bait berikut:
Lihatlah langit begitu kelam
Malam talah menelan bulan
Dan bintang bintangnya
Siang tak lagi punya mentari
Bait di atas mempunyai atau bermakna mendung.
Lihatlah serigala ada dimana-mana
Saling terkam entah berebut apa
Bau busuk sampah sepanjang jalan
Bait di atas mempunyai arti banyaknya
orang-orang yang berebut kekuasaan, sehingga saling bermusuhan .
- Bahasa Kias
a.
Personifikasi
Burung-burung yang merdu menghibur
Kicaunya telah mati
Tinggal codot-codot rakus dan lamur
Yang berisik saat mencuri
b.
Allegori
Lihatlah langit begitu kelam
Malam talah menelan bulan
Dan bintang bintangnya
Siang tak lagi punya mentari
Bumi tergolek sendiri
Tak brenti meratapi nasibnya
Akan kemana kau, kawan?
Lihatlah serigala ada dimana-mana
Saling terkam entah berebut apa
Bau busuk sampah sepanjang jalan
- Simbol atau lambang
Dalam puisi tersebut terdapat beberapa kata yang merupakan
simbol sesuatu, diantaranya kata ‘codot-codot dan serigala’ adalah simbol
keserakahan, kata ‘kuburan’ adalah simbol kesepian.
- Citraan
a.
Citraan penglihatan
Lihatlah langit begitu kelam
Lihatlah serigala ada dimana-mana
b.
Citraan Pendengaran
Yang berisik saat mencuri
c.
Citraan Penciuman
Bau busuk sampah sepanjang jalan
d.
Citraan Gerak
Meninggalkan kuburan ini
Mencari kehidupan baru
- Sarana Retorika
- Tipografi
Puisi ini juga menggunakan tipografi roman, karena
memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Kesan yang
ditimbulkan adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.
- Enjambemen
Marilah kukawani, kawan
Akan kemana kau? Aku tahu
Kau seperti aku
BAB IV
PENUTUP
Puisi
adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair
secara imajinatif dan diusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa
dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur
batinnya.
Sebagai salah satu karya sastra, harus
diakui kalau puisi memang memiliki posisi yang unik. Ada unsur kebebasan yang
mungkin melampaui prosa. Permainan simbolisme yang dihadirkan tidak hanya
dengan kata, tetapi juga dengan angka dan bentuk-bentuk lain menghadirkan
nuansa misteri yang menarik.
Dengan puisi, seseorang bisa memberikan
kritik yang tajam tanpa terkesan mengkritik. Lewat puisi seseorang bisa
menyuarakan pemberontakan tanpa dianggap memberontak. Bahkan, seseorang bisa
dituduh sesat hanya karena puisi yang ditulisnya menyerang keyakinan
tertentu.Maka tak jarang orang akan mengernyitkan dahinya karena melihat
keanehan karya yang disebut puisi. Karena memang tidak mudah memahami puisi
hanya dari membaca sekali dua kali, apalagi sepintas.
Puisi dapat dianalisa dengan melihat aspek
jenis puisi, bunyi, rima, kata, bahasa kias, simbol, citraan, sarana retorika,
tipografi, serta enjambemen puisi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi. 1972. Bimbingan
Apresiasi Puisi. Jakarta: Nusa Indah
Pradopo, Djoko Rachmat. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers.
Suharianto. 2009. Perngantar
Apresiasi Puisi. Semarang: Bandungan Institute.
www.sastra-indonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar