Abstrak
Makalah
ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemarkah kohesi konjungsi yang terdapat
dalam wacana: cerpen “Iman Versus
Superman”. Kohesi yang membangun wacana itu ada beberapa macam. Salah
satunya adalah kohesi konjungsi keberadaan kohesi konjungsi dalam cerpen: “Iman Versus Superman”. Pemarkah konjungsi
dalam teks cerpen itu mencakup konjungsi (a) adservatif (namun, tetapi), (b)
konjungsi kausal (sebab, karena), (c) konjungsi korelatif (apalagi, demikian
juga), (d) konjungsi subordinatif (meskipun, kalau), (e) konjungsi temporal
(sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian).
Kata kunci: pemarkah,
kohesi, wacana, konjungsi.
I.
PENDAHULUAN
Salah
satu pembangun wacana adalah kohesi. Wacana tanpa kohesi bagaikan keberadaan
suatu teks yang tidak memiliki suatu kekuatan. Kohesi juga merupakan konsep
makna yang mengacu pada hubungan makna yang terdapat dalam sebuah teks.
Hubungan makna di dalam teks itu demikian eratnya sehingga menimbulkan
perpaduan yang kokoh. Karena suatu teks dapat dikatakan wacana apabila memiliki
sebuah makna.
Sebuah
wacana merupakan suatu jalinan atau penyatuan bagian-bagian wacana sehingga
menjadi satu wacana utuh. Jalinan unsur-unsur wacana itu dapat berupa oleh
alat-alat kohesi yang mencakupi: referensial, substitusi, elipsis, konjungsi,
dan leksikal. Alat-alat kohesi yang menandai hubungan kohesif suatu wacana
memiliki perangkat-perangkat tertentu.
Sesuai
dengan judul dan pokok persoalan, tulisan ini hanya akan membahas satu alat
kohesi wacana, yaitu konjungsi dengan berbagai tipenya. Wacana yang akan
dipergunakan sebagai medan pembahasan adalah cerpen sebagai bahan ajar siswa
kelas VII yang berjudul “Iman
Versus Superman”.
II. Tinjauan
pustaka
Kepustakaan
dalam tulisan ini merupakan ramuan selektif dari pendapat para linguis. Pokok-pokok
teori yang digunakan adalah sebagai berikut.
A. Pengertian
Wacana
Istilah
wacana digunakan oleh para linguis Indonesia sebagai terjemahan dari istilah
bahasa Inggris discource. Dalam bidang linguistik, wacana berarti rangkaian
sinambung kalimat yang lebih luas
daripada kalimat (Crystal, 1985).
Sebuah
wacana merupakan unit bahasa yang terikat oleh suatu kesatuan. Kesatuan dalam
wacana menurut Halliday dan Hasan (1979:1) adalah kesatuan yang bersifat
semantis. Jadi, sebuah kesaatuan yang bukan dipandang dari segi bentuknya,
melainkan dari segi maknanya. Oleh karena itu, sebuah wacana tidak selalu harus
direalisasikan dalam bentuk rangkaian kalimat-kalimat. Sebuah wacana dapat
ditemukan dalam bentuk sebuah kalimat bahkan dapat pula berupa frasa atau kata dengan
konteks dan situasi.
Adapun
yang terpenting bahwa sebuah wacana harus dapat memberikan interprestasi
bermakna bagi pendengar atau pembaca. Suatu wacana yang dapat diinterprestasi adalah wacana yang
komunikatif. Wacana yanng komunikatif menurut Beagrande, 981: Renkema (1993: 34-37)
adalah wacana yang memiliki: Pertama, kohesi, yaitu hubungan di mana
interprestasi sebuah unsur teks tergantung pada unsur lain dalam teks. Unsur
tersebut dapat berupa kata dengan kata, kalimat dengan kalimat lain yang
berlaku pada bahasa tertentu. Kohesi dapat pula disebut sebagai pertalian bentuk. Ciri-ciri yang
membentuk kepaduan bentuk itu antara lain referensi, substitusi, elipsis,
konjungsi, dan hubungan leksikal (Halliday dan Hassan 1976). Kedua, koherensi,
yaitu hubungan yang mengacu pada sesuatu yanng ada di luar teks. 'sesuatu'
biasanya berupa pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca atau pendengar. Ketiga,
intersionalitas berarti bahwa penutur atau penulis mempunyai tujuan yang hendak
dicapai lewat pesan yang disampaikan, misalnya penyampaian informasi atau
memperdebatkan opini. Keempat, keberterimaan berarti bahwa deretan
kalimat bisa dikategorikan sebagai wacana jika dapat diterima oleh pembaca. Kelima,
keinformatifan penting dalam sebuah wacana. Wacana harus mengandung informasi
baru. Jika pembaca sudah tahu segala sesuatu yang ada dalam teks berarti tidak
informatif. Sama halnya, jika pembaca tidak tahu dengan apa yang ada dalam wacana, wacana tersebut bukanlah
sebuah wacana. Keenam, situasionalitas penting dalam wacana. Jadi,
penting sekali mempertimbangkan situasi pada waktu wacana dibuat dan mengenai
hal apa. Yang terakhir, intertekstualitas berarti bahwa deretan kallimat
dihubungkan oleh bentuk atau makna dengan deret kalimat lain.
B. Kohesi
Konjungsi
Halliday
dan Hassan (1979) merinci kohesi atas kohesi gramatikal dan leksikal. Kohesi
gramatikal dibagi menjadi empat macam, yaitu: (a) pengacuan, (b) penyulihan,
(c) pelesapan, (d) konjungsi. Kohesi leksikal dibedakan atas dua macam, yaitu
(a) reiterasi, dan (b) kolokasi. Setiap kategori terbagi atas sub-subkategori.
Kohesi
adalah salah satu pembangun sebuah wacana (teks) (Beaugrande, 1981; Renkema,
1993). kohesi merupakan suatu kekuatan yang mendukung keberadaan suatu teks.
Halliday dan Hasan (1979:4) berpendapat bahwa kohesi merupakan konsep makna
yang mengacu pada hubungan makna yang terdapat di dalam sebuah teks. Hubungan
makna di dalam teks itu demikian artinya sehingga menimbulkan perpaduan yang
kokoh.
Kohesi
konjungsi dibedakan menjadi lima tipe, yaitu: (a) adversatif, (b) konjungsi kausal, (c) konjungsi korelatif
,(d) konjungsi subordinatif, (e) konjungsi temporal (Harimurti Kridalaksana,
1984:105; HG Tarigan, 1987:101).
Pemarkah
kohesi konjungsi adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai
penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan
frasa, klausa dengan klausa , kalimat dengan kalimat dan seterusnya (Harimurti
Kridalaksana, 1984:105; HG Tarigan, 1987:101).
Menurut
James (dalam HG Tarigan, 1987:97) suatu bentuk teks/wacana dikatakan bersifat
kohesif apabila terdapat kesesuaian antara bentuk bahasa (language form) dengan
konteksnya (situasinya (situasi internal
bahasa). Untuk dapat memahami kekohesifan itu, diperlukan itu,
diperlukan pengetahuan dan penguasaan kaidah-kaidah kebahasaan, wawasan
realitas, dan proses penalaran.
Pada
kondisi tertentu, unsur-unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi
terbentuknya wacana yang koheren (Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi
Santoso, 1998:28). namun demikkian perlu disadari bahwa unsur-unsur kohesi
tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang utuh dan koheren.
Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung
menghasilkan wacana yang koheren (Anton M. Moeliono, dkk, 1988:322). dengan
kata lain, struktur wacana dapat dibangun tanpa menggunakan alat-alat kohesi.
Namun idealnya, wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syarat kohesi
sekaligus koherensi.
Dalam
hubungan adservatif, konjungsi ditandai oleh kata namun, tetapi. Dalam hubungan
kausal, konjungsi ditandai oleh kata sebab, karena. Dalam hubungan korelatif,
konjungsi ditandai oleh apalagi, demikian juga. Dalam hubungan subordinatif,
konjungsi ditandai oleh kata meskipun, kalau. Dalam hubungan temporal, konjungsi ditandai oleh kata
sebelum, sesudah, sekarang, setelah, lalu, kemudian, berikutnya (Harimurti
Kridalaksana, 1984:105; HG Tarigan, 1987:101).
Dasar
untuk menentukan sebuah pemarkah kohesi disebut pemarkah kohesi substitusi bila
pemarkah itu menggantikan unsur lain yang ada di dalam teks atau di luar teks.
Misalnya:
1. Tidak hanya kehilangan rumah, tetapi ia juga kehilangan
seluruh keluarganya.
Kata tetapi pada contoh di atas masuk pada konjungsi
adservatif
2. Sebelumnya
Adhi tidak pernah mau sholat. Tetapi sejak kejadian kecelakaan yang hampir
merenggut nyawanya Adhi kini rajin beribadah sholat.
Kata
sebelumnya pada contoh kalimat di atas merupakan penanda konjungsi temporal.
Dan kata tetapi merupakan penanda konjungsi adservatif.
Atas
dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konjungsi dalam bahasa Indonesia
dapat berupa adversatif, kausal, korelatif, temporal, dan subordinatif.
III.
METODE
A.
Data
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah cerpen
“Iman Versus Superman”. Cerpen secara utuh sebagai berikut:
Iman Versus Superman
Oleh Uswatun
Sore
itu, anak-anak di Kampung Damai berkumpul di lapangan bulutangkis. Di lapangan
yang cukup luas tersebut, anak-anak asyik bermain.
Ada
yang bermain kejar-kejaran. Ada yang berputar-putar mengendarai sepeda mini.
Sejumlah anak duduk melingkar bemain monopoli. Sejumlah anak lagi sibuk bermain
kelereng.
Di
antara kumpulan anak yang bermain monopoli terdapat Iman. Bocah berusia sekitar
tujuh tahun tersebut asyik bermain monopoli bersama empat teman sebayanya,
yakni Ryan, Toyib, Inug, dan Yayat.
Permainan
monopoli mereka sangat seru. Ryan, yang merupakan anak paling besar, menjadi
pemenang. Ia berhasil mengumpulkan banyak uang dan memiliki sejumlah bangunan
hotel di beberapa kompleks persil.
"Aku
selalu menang. Tidak ada yang bisa mengalahkanku. Kalian tidak
bisa
menang," kata Ryan dengan suara agak keras.
Wajah
Ryan sangat ceria. Bibirnya dipenuhi senyum. Ia bangga mampu menang dalam
permainan monopoli atas teman-temannya.
Namun,
kemenangan tersebut membuat Ryan menjadi sombong. Ia melontarkan ejek kepada
teman-temannya tersebut. Ejekan yang ia lontarkan paling sering ditujukan
kepada Iman.
Ini
karena Iman adalah anak yang sering kalah dalam permainan tersebut. Iman tidak
memiliki banyak uang. Sebaliknya, ia mempunyai banyak utang.
Iman
juga tidak mempunyai rumah apalagi hotel. Ia hanya memiliki sejumlah kartu
kepemilikan kompleks persil yang sudah dihipotekkan ke bank.
Terlebih,
dalam putaran kocokan terakhir, tokoh yang dimainkan Iman masuk ke dalam
penjara. Ia pun harus rela dilewati teman-teman mainnya beberapa putaran karena
tidak memiliki uang untuk membayar biaya keluar dari penjara.
"Sudah
tidak punya uang, masuk penjara lagi. Kacian deh lo," teriak Ryan.
Iman
pun bersungut-sungut. Mukanya kecut.
Iman
merasa sakit hati terus diejek oleh teman-temannya. Ia sangat dongkol.
Namun,
ketika perasaan dongkol menderanya, Ryan memberi tahu trik atau rahasia kepada
Iman agar bisa menang dalam permainan monopoli. Bahkan, trik menang itu bisa
diterapkan dalam segala permainan.
"Mau,
kalau aku beri tahu rahasianya biar selalu menang," kata Ryan.
Iman
bersemangat. Ia ingin sekali mendengar penjelasan dari Ryan soal trik selalu
menang dalam setiap permainan.
Ryan
mendekati ke arah Iman. Toyib, Inug, dan Yayat ikut mengejek. Toyib, Inug, dan
Yayat pun merapat. Mereka serius menanti penjelasan Ryan.
"Rahasianya
sangat mudah. Kalau ingin menang, kalian harus pakai kaos bergambar Superman.
Dijamin kalian akan selalu menang," jelas Ryan.
Ryan
lantas menjelaskan panjang lebar mengenai Superman. Menurutnya, Superman adalah
manusia super atau pahlawan. Sebagai manusia super, tidak ada yang bisa
mengalahkannya.
"Superman
itu selalu menang. Buktinya sekarang, aku pakai kaos gambar Superman, aku kan
yang menang. Akulah Superman," tandas Ryan sambil membusungkan dada.
Beberapa
hari kemudian, Iman minta dibelikan baju gambar Superman kepada ibu.
"Kalu
pakai baju gambar Superman, Iman bisa menjadi anak super. Tidak selalu kalah
saat bermain monopoli dengan teman-teman," kata Iman kepada ibu.
Merasa
risih dengan rengekan Iman, ibu akhirnya menyanggupi untuk membelikan kaos
bergambar Superman.
Akhirnya
Iman memperoleh kaos bergambar Superman. Ia pun menyampaikan terima kasih
kepada ibu yang telah membelikan.
Sorenya,
setelah mandi, Iman mengenakan kaos bergambar Superman. Ia bergegas menuju
lapangan untuk menemui teman-temannya. Kebetulah Ryan, Toyib, Inug, dan Yayat
sudah berada di sana.
Mereka
sedang bermain monopoli, begitu melihat kehadiran Iman, Ryan segera mengajaknya
bermain untuk menggantikan Yayat. Iman pun mengiyakan.
Namun,
setelah beberapa kali putaran, Iman tidak berhasil membeli kompleks persil.
Padahal, Ryan, Toyib, dan Inug sudah berhasil membeli sejumlah kompleks persil.
Beberapa
putaran kemudian, Iman makin terjepit. Ketika lawan-lawan mainnya makin banyak
memiliki kompleks persil dan rumah maupun hotel, Iman tidak mampu mengumpulkan
kekayaan. Bahkan, di saat uang lawan-lawannya menumpuk, uang milik Iman
menipis.
Iman
menghela napas panjang. Ia kalah.
"Sudah
pakai kaos Supermen, kok, tetap kalah ya," gumam Iman.
Iman
pun kembali diejek teman-temannya. Terus diejek. Iman akhirnya menangis.
Ketika
pulang, Iman mengadukan kejadian yang baru saja dialaminya kepada ibu.
"Bu, kata Ryan kalu pakai kaos Superman bisa selalu menang saat bermain.
Ternyata, kok, tidak. Iman tetap kalah. Ryan bohong. Karena kalah, Iman pun
diejek," kata Iman.
Ibu
tidak segera menyahut, ibu hanya menjawab dengan senyuman.
Tak
lama kemudian ibu berujar, "Iman, bermain itu tidak ada kaitannya dengan
kaos yang dipakai. Pantas Iman selalu kalah karena kamu kan anak yang paling
kecil di antara teman-temanmu itu."
Mendengar
jawaban ibu, Iman mulai menyadari sebab ia kalah. "Iya, Iman memang yang
paling kecil," katanya dalam hati.
Sebelum
Iman beranjak menuju kamarnya, ibu memberikan nasihat. "Iman, kalah atau
menang itu biasa. Apalagi menang atau kalah dalam sebuah permainan. Hanya,
pesan ibu, kalau kamu menang jangan lantas mengejek teman-temanmu yang kalah.
Sebab, suatu saat Iman juga bisa kalah kan," jelasnya.
"Suatu
hari, Iman pasti bisa menang saat bermain dengan teman-temanmu. Yang penting,
jangan sombong kalau menang," ungkap ibu sambil menyentuh ujung hidung
Iman.
Iman
pun tersenyum. Ia berjanji akan melaksanakan nasihat ibu. Ia berjanji tidak
akan mengejek teman-teman sepermainannya ketika ia menang saat bermain.
B.
Sumber Data
Cerpen “Iman Versus Superman” diambil dari buku Berbahasa Indonesia
Untuk SMP Kelas VII karangan Dewi Indrawati dan Didik Durianto. terbitan Departemen Pendidikan Nasional.
IV.
HASIL PEMBAHASAN
A.
Kohesifitas Wacana Cerpen “Iman
Versus Superman”
1.
Kohesifitas Wacana Cerpen “Iman Versus
Superman” dari segi gramatikal
Kohesifitas
wacana secara gramatikal dari cerpen tersebut menggunakan cara sebagai berikut:
a)
Pengacuan persona (referensi)
Cerpen
“Iman Versus Superman” menggunakan referensi endofora anafora ini terlihat
dalam kalimat “Sore itu, anak-anak di Kampung Damai bekumpul di lapangan
bulutangkis. Di lapangan yang cukup luas tersebut, anak-anak asyik bermain”.
Dilanjutkan dengan kalimat “Ada yang bermain kejar-kejaran. Ada yang
berputar-putar mengendarai sepeda mini. Sejumlah anak duduk melingkar bemain
monopoli. Sejumlah anak lagi sibuk bermain kelereng.”
Kalimat
“ada yang bermain kejar-kejaran dan seterusnya merupakan referensi endofora
anafora dari kalimat “anak-anak asyik bermain”. Kalimat tersebut adalah
penjelasan dari kalimat sebelumnya.
Kata
“Ia” dan “-nya” pada kalimat “Ia bangga mampu menang dalam permainan monopoli
atas teman-temannya” dan “Ia melontarkan ejek kepada teman-temannya tersebut.
Ejekan yang ia lontarkan paling sering ditujukan kepada Iman” mengacu pada
Ryan. Hal ini merupakan referensi jenis referensi personal dengan kata ganti.
Hal ini banyak ditemukan pada cerpen tersebut.
Kata
“disana” pada kalimat “Kebetulah Ryan, Toyib, Inug, dan Yayat sudah berada di
sana” merupkan referensi demonstratif dengan pronominalisasi kata tunjuk yang
mengarah pada kata “lapangan” yang berada sebelum kata di sana muncul.
Cerpen
tersebut juga menggunakan referensi komparatif seperti pada kalimat “Namun,
setelah beberapa kali putaran, Iman tidak berhasil membeli kompleks persil.
Padahal, Ryan, Toyib, dan Inug sudah berhasil membeli sejumlah kompleks
persil.”. Kata padahal merupakan komparasi atau perbandingan yang digunakan
untuk kesinambungan wacana cerpen tersebut.
b)
Subtitusi (penggantian)
Cerpen
“Iman Versus Superman” tersebut mengandung subtitusi seperti pada kalimat “…
berkumpul di lapangan bulutangkis. Di lapangan yang cukup luas tersebut,
anak-anak asyik bermain.” Kata “bulutangkis” diganti dengan kalimat “yang cukup
luas tersebut”.
Lalu,
“Iman” diganti dengan kalimat “Bocah berusia sekitar tujuh tahun tersebut”.
Kata Iman pada kalimat sebelumnya diganti dengan kalimat “Bocah berusia sekitar
tujuh tahun tersebut”. Hal ini juga memberi nilai tambah pada kesinambungan
wacana.
c)
Elipsis (pelesapan)
Pada
cerpen di atas ada pelesapan kata “anak” pada kalimat “Ada yang bermain
kejar-kejaran. Ada yang berputar-putar mengendarai sepeda mini.” Yang kalau
tidak dilesapkan berbunyi “Ada anak yang bermain kejar-kejaran. Ada anak yang
berputar-putar mengendarai sepeda mini.” Hal tersebut malah mengurangi
kekohesifan wacana yang ada.
Begitu
pula pada kalimat “Mereka sedang bermain monopoli, begitu melihat kehadiran
Iman, Ryan segera mengajaknya bermain untuk menggantikan Yayat. Iman pun
mengiyakan.” Kata “monopoli” pada kalimat “Ryan segera mengajaknya bermain
untuk menggantikan Yayat” dilesapkan agar kohesifitas wacana lebih terbangun
dibandingkan dengan wacana yang tanpa pelesapan. Pada kalimat “Ia berhasil
mengumpulkan banyak uang dan memiliki sejumlah bangunan hotel di beberapa
kompleks persil.” Juga terdapat pelesapan kata “ia” di antara kata “dan” dan
“memiliki”.
d)
Perangkaian (Konjungsi)
Cerpen
di atas mengandung konjungsi seperti pada kalimat “Ia berhasil mengumpulkan
banyak uang dan memiliki sejumlah bangunan hotel di beberapa kompleks persil.”
Kata
“namun” dan “bahkan” pada kalimat “……Ia sangat dongkol.
Namun,
ketika perasaan dongkol menderanya, Ryan memberi tahu trik atau rahasia kepada
Iman agar bisa menang dalam permainan monopoli. Bahkan, trik menang itu bisa
diterapkan dalam segala permainan.” Merupakan perangkai atau konjungsi yang
membangun kohesifitas wacana.
2.
Kohesifitas Wacana Cerpen “Iman Versus
Superman” dari segi leksikal
Kohesifitas
wacana secara leksikal dari cerpen tersebut menggunakan cara sebagai berikut:
a)
Sinonim
Sinonimi
dalam cerpen tersebut terlihat pada kalimat “"Aku selalu menang. Tidak ada
yang bisa mengalahkanku.” Kata aku dan ku merupakan sinonimi yaitu sinonimi
morfem bebas (aku) dan morfem terikat (ku).
Lalu
pada kalimat “Pantas Iman selalu kalah karena kamu kan anak yang paling kecil
di antara teman-temanmu itu.". pada kalimat ini juga terdapat sinonimi
antara morfem bebas (kamu) dan morfem terikat (mu).
b)
Repetisi
Cerpen
di atas kohesi leksikal dengan repetisi terdapat pada kalimat “Di antara
kumpulan anak yang bermain monopoli terdapat Iman. Bocah berusia sekitar tujuh
tahun tersebut asyik bermain monopoli bersama empat teman sebayanya”. Kata
bermain monopoli merupakan kata yang cukup penting dalam cerpen ini. Sehingga
dengan pengulangan kata tersebut kohesifitas wacana tersebut terbangun.
Hal
ini juga terdapat pada kalimat “Iman pun kembali diejek teman-temannya. Terus diejek.”
Kata diejek yang diulang untuk memberikan penekanan dalam cerita.
c)
Kolokasi
Cerpen
“Superman Versus Iman” di atas tidak mengandung kolokasi.
B. Keutuhan Wacana Cerpen “Superman Versus Iman”
Wacana
cerpen Berjudul “Superman Versus Iman” memiliki tingkat kohesi yang cukup
tinggi baik dari segi gramatikal maupun leksikal. Dengan adanya referensi,
subtitusi, ellipsis, konjungsi, sinonim, dan repetisi di dalamnya.
Unsur-unsur
tersebut membuat kohesifitas wacana tersebut terbangun dan merupakan salah satu
bahan dasar untuk membangun wacana yang utuh. Sehingga cerpen tersebut dapat
dinikmati pembaca dengan keutuhannya.
Namun,
tidak dapat dipungkiri bahwa ada unsur-unsur lain yang membangun keutuhan suatu
wacana seperti koherensi dan konteks. Karena wacana tidak hanya terbentuk dari
diri sendiri berupa struktur pembentuk wacana yang utuh tetapi juga
faktor-faktor yang lainnya.
Jadi,
kohesi penting untuk suatu wacana tetapi faktor yang lain juga perlu
diperhatikan agar suatu wacana dapat terbentuk secara utuh baik kotek maupun
konteksnya.
V.
Simpulan
Pemarkah
konjungsi dalam cerpen “Iman Versus Superman” mencakup 5 tipe, yaitu adversatif, kausal, korelatif,
temporal, dan subordinatif.
Pemarkah
kohesi konjungsi yang paling banyak muncul adalah kohesi korelatif, lalu
subordinatif, temporal, adservatif, dan yang paling sedikit muncul adalah
konjungsi kausal. Untuk lebih lanjut dapat dilakukan penelitian terhadap jenis
kohesi lainnya pada cerpen tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Bambang. 2000. Kajian Wacana Bahasa Indonesia. Semarang:
Unnes.
Idat,
T. Fatimah DJ. 1994. Wacana: pemahaman dan hubungan antarunsur.
Bandung: PT Eresco.
Indrawati,
dewi dan Didik Durianto. 2007. Berbahasa Indonesia Untuk SMP Kelas VII. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Mulyana.
2005. Kajian Wacana: teori, metode dan aplikasi prinsip-prinsip analisis
wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
R.A, Syamsuddin, dkk.
1998. Studi Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar