Supervisi Klinis
Supervisi klinis mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan
oleh Moris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas Harvard
pada akhir dasawarsa lima puluhan dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski,
1982 dalam Bafadal, 2003: 65).
1.
Hakikat Supervisi Klinis
Pidarta (1999) menyatakan bahwa:
Supervisi klinis ialah proses membina guru untuk memperkecil jurang antara
perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar seharusnya yang ideal, dimana
supervisi klinis hanya untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan
mengubah performan mereka agar cocok dengan inovasi itu. Adapun pengertian
supervisi klinis bisa dibaca dari istilah itu sendiri. Clinical artinya berkenaan dengan menangani orang sakit sama halnya
dengan mendiagnosis, untuk menemukan aspek-aspek mana yang membuat guru itu
tidak dapat mengajar dengan baik. Kemudian aspek-aspek itu satu per satu
diperhatikan secara intensif. Jadi supervisi klinis itu merupakan satu model
supervisi untuk menyelesaikan masalah tertentu yang sudah diketahui sebelumnya.
Dengan cara seperti ini rupanya memperkecil jurang perilaku nyata dengan
periklaku ideal para guru yang sering kali terjadi pada inovasi-inovasi
pendidikan.
Menurut Keith dan Moudith (dalam Azhar, 1996)
supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah
laku mengajar yang nyata dan tingkah laku mengajar yang ideal.
Sudrajat (2008) menyatakan bahwa supervisi klinis adalah
supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang
sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif
terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses
pembelajaran.
Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan
dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam
pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara obyektif, teliti
sebagai dasar untuk mengubah peilaku mengajar guru. Tekanan dalam pendekatan
yang diterapkan bersifat khusus melalui tatap muka dengan guru (Sahertian, 2008:
36).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa supervisi klinis adalah suatu teknik supervisi yang dilakukan
oleh supervisor untuk memberikan bantuan yang bersifat profesional yang
diberikan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan dalam mengatasi masalah
yang dihadapi dalam proses belajar mengajar melalui bimbingan yang intensif
yang disusun secara sestematis dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
mengajar dan meningkatkan profesionalisme guru.
2.
Tujuan Supervisi Klinis
Pidarta (1999) menyatakan bahwa tujuan supervisi klinis
adalah memperbaiki perilaku guru dalam proses pembelajaran, terutama yang
kronis secara aspek demi aspek dengan secara intensif, sehingga mereka dapat
mengajar dengan baik. Pendapat tersebut menekankan adanya perbaikan perilaku
guru terutama yang kronis, karena apabila masalah ini dibiarkan akan tetap
menyebabkan instabilitas dalam pembelajaran di kelas. Ini berati perilaku yang
tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain. Oleh karena itu
tujuan dilaksanakan supervisi klinis adalah memperbaiki cara mengajar guru di
dalam kelas (Azhar, 1996).
Tujuan supervisi klinis menurut Bafadal (2003: 66) adalah
untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang
efektif.
Sedangkan menurut Acheson dan Gall (1987) dalam Bafadal (2003:
66), tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru di kelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang
lebih spesifik, sebagai berikut.
a. Menyediakan
umpan balik yang objektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.
b. Mendiagnosis
dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.
c. Membantu
guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi pengajaran.
d. Mengevaluasi
guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.
e. Membantu
guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang
berkesinambungan.
Menurut Sudrajat (2008), secara umum tujuan supervisi klinis
untuk: menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan
kualitas proses pembelajaran; membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan
meningkatkan kualitas proses pembelajaran; membantu guru untuk mengidentifikasi
dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran; membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan
maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran; membantu
guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang tujuan
supervisi klinis tersebut di atas maka data disarikan tujuan supervisi klinis
sebagai berikut:
a. Memperbaiki
perilaku guru/ calon guru hanya yang bersifat kronis, artinya perilaku yang
tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain.
b. Menyediakan
umpan balik secara obyektif bagi guru tentang kegiatan proses pembelajaran yang
dilakukannya sebagai cermin agar guru/ calon guru dapat melihat apa yang
dilakukan agar segera dapat memberi respon positif.
c. Mendiagnosis
dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
3.
Karakteristik Supervisi Klinis
Bafadal (2003: 67) mengemukakan enam karakteristik supervisi
klinis ialah sebagai berikut.
a. Supervisi
klinis berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru.
b. Tujuan
supervisi klinis adalah untuk pengembangan profesional guru.
c. Kegiatan
supervisi klinis ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta
observasi kegiatan pengajaran di kelas.
d. Observasi
harus dilakukan secara cermat dan mendetail.
e. Analisis
terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru.
f. Hubungan
antara supervisor dan guru harus bersifat kolgial bukan otoritarian.
Menurut Sudrajat (2008), supervisi klinis memiliki
karakteristik sebagai berikut.
a. Perbaikan
dalam pembelajaran mengharuskan guru mempelajari keterampilan intelektual dan
bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.
b. Fungsi
utama supervisor adalah menginformasikan beberapa keterampilan, seperti: (1)
keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan, (2)
keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran, (3)
keterampilan dalam proses pembelajaran.
c. Fokus
supervisi klinis adalah: (1) perbaikan proses pembelajaran, (2) keterampilan
penampilan pembelajaran yang memiliki arti bagi keberhasilan mencapai tujuan
pembelajaran dan memungkinkan untuk dilaksanakan, dan (3) didasarkan atas
kesepakatan bersama dan pengalaman masa lampau.
Sahertian (2008: 38) mengemukakan delapan ciri supervisi
klinis sebagai berikut.
a. Dalam
supervisi klinis, bantuan yang diberikan bukan bersifan instruksi atau
perintah, tetatpitercipta hubungan manusiawi sehingga guru-guru memiliki rasa
aman.
b. Apa
yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari guru sendiri
karena dia memang butuh bantuan itu.
c. Satuan
tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi,
harus dianalisis sehingga terlihat kemampuan apa, keterampilan apa yang
spesifik yang harus diperbaiki.
d. Suasana
dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh kehangatan, kedekatan, dan
keterbukaan.
e. Supervisi
yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar tapi juga mengenai
aspek-aspek kepribadian guru.
f. Instrumen
yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor
dan guru,.
g. Balikan
yang diberikan harus secepat mungkin dan sifatnya objektif.
h. Dalam
percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru lebih dahulu, bukan dari
supervisor.
4.
Prinsip-Prinsip dalam Supervisi Klinis
Sudrajat (2008) menyatakan tujuh prinsip yang menjadi
landasan bagi pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
a)
hubungan antara supervisor dengan guru, kepala
sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang
bersahabat dan penuh tanggung jawab;
b)
diskusi atau pengkajian balikan bersifat
demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan;
c)
bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan
tiidak bersifat menyalahkan;
d)
pelaksanaan keputusan ditetapkan atas
kesepakatan bersama;
e)
hasil tidak untuk disebarluaskan;
f)
sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan
aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran;
g)
prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.
Menurut artikel penelitian yang diunggah di situs sulanam sunan-ampel.ac.id
menyebutkan bahwa bahwa prinsip supervisi klinis meliputi: (1) dilaksanakan
dalam hubungan yang demokratik, interaktif, dan harmonis; (2) terpusat pada
kebutuhan dan aspirasi guru untuk memperbaiki kelemahannya dalam mengajar; (3) observasi
dan analisis umpan balik didasarkan pada kesepakatan yang dibuat sebelumnya.
Prinsip-prinsip supervisi klinis menurut Sahertian (2008: 39)
adalah sebagai berikut.
a. Supervisi
klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif para guru terlebih dahulu.
b. Ciptakan
hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan.
c. Ciptakan
suasana bebas di mana setiap orang bebas mengemukakan apa yang dialaminya.
d. Objek
kajian adalah kebutuhan profesional guru yang riil yang mereka sungguh alami.
e. Perhatian
dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus duiangkat untuk diperbaiki.
5.
Prosedur Supervisi Klinis
Pelaksanaan supervisi klinis menurut Sudrajat (2008) berlangsung
dalam suatu siklus yang terdiri atas tiga tahap berikut.
a. Tahap
perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
(1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji rencana
pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar,
dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3) menentukan fokus obsevasi,
(4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5) menentukan teknik
pelaksanaan obeservasi.
b. Tahap
pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan,
antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses pembelajaran, (3)
tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5) menentukan teknik
pelaksanaan observasi.
c. Tahap
akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan pembelajaran;
(3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (4) mengkaji data
hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan, (6) data hasil pengamatan
tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran secara langsung, dan
(9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses
perbaikan.
Berkaitan dengan proses supervisi klinis, Sahertian (2008: 40)
menawarkan tiga langkah yaitu : (1) pertemuan awal, (2) observasi, (3) dan
pertemuan akhir.
Senada dengan dua pendapat di atas, Goldhammer, Anderson, dan
Krajewski (dalam Bafadal, 2003: 70) mengemukakan lima kegiatan dalam proses supervisi
klinis yakni : (1) pertemuan sebelum observasi, (2) observasi, (3) analisis dan
strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah pertemuan
supervisi.
Menurut Mosher dan Purpel (1972) dalam Bafadal (2003: 69),
ada tiga aktifitas dalam proses supervisi klinis, yaitu: tahap perencanaan,
tahap observasi, dan tahap evaluasi dan analisis.
Bafadal (2003: 70) mengemukakan tiga tahap esensial yang
berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar,
dan (3) tahap pertemuan balikan.
Supervisi klinis memiliki ciri khas yang membedakan dengan
teknik supervisi yang lain, ciri khas itu antara lain: diawali dengan adanya
kesepakatan mengenai aspek perilaku mengajar yang akan diperbaiki, hipotesis
beserta instrumen observasinya, perbaikan dilakukan secara satu per satu
berdasar prioritas yang disepakati, ada pemberian penguatan dan kerjasama yang
saling bertanggung jawab.
Sumber Pustaka
Azhar, Lalu
Muhammad. 1996. Supervisi Klinis dalam
Penerapan Keterampilan Proses dan CBSA. Surabaya: Usaha Nasional.
Bafadal,
Ibrahim. 2003. Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
Imron, Ali.
1995. Pembinaan Guru di Indonesia.
Jakarta: Dunia Pustaka.
Iriyani,
Dwi. 2008. Pengembangan Supervisi Klinis
untuk Meningkatkan Keterampilan Dasar Mengajar Guru. Jurnal Didaktika, Vol.
2 No. 2 Maret 2008: 278-285.
Pidarta,
Made. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto,
N. 2002. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sahertian,
Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahertian,
Piet A. 2008. Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan: Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudrajat,
Ahmad. 2008. Supervisi Klinis. Online.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/01/supervisi-klinis/. diunduh pada
17 November 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar