SISTEM ORGANISASI
DAN KEMASYARAKATAN DI BALI
Disususun
untuk Melengkapi Tugas Akhir Semester
Mata
Kuliah Ilmu Budaya
Pengampu: Drs. Mukh
Doyin, M.Si.
Oleh:
Nama :
Annisa Citra Sparina
NIM :
2101408034
Rombel : 4
Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Semarang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang . . . . .. . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B.
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
C.
Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
BAB II SISTEM ORGANISASI DAN KEMASYARAKATAN DI
BALI
A.
Identifikasi Orang Bali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . 2
B.
Sistem Kekerabatan Orang Bali . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4
C.
Sistem Kemasyarakatan Orang Bali . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
D.
Pola Perkampungan/ Pemukiman. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
B. Saran
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . 11
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama
dan politik,
adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian,
bangunan,
dan karya seni.
Agama yang dianut oleh sebagian
orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan
sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu
Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian
hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep
Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan
pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut
pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu
adalah weda yang berasal dari India.
Kehidupan sosial budaya masyarakat
Bali sehari-hari hampir semuanya dipengaruhi oleh keyakinan mereka kepada agama
Hindu Darma yang mereka anut sejak beberapa abad yang lalu. Oleh karena itu
studi tentang masyarakat dan kebudayaan Bali tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh sistem religi Hindu.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui
lebih jauh tentang sistem organisasi dan kemasyarakatan di Bali.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah sistem
organisasi dan kemasyarakatan yang ada di Bali?
C. TUJUAN
Mengetahui sistem organisasi dan kemasyarakatan yang
ada di Bali.
BAB II
SISTEM ORGANISASI
DAN KEMASYARAKATAN DI BALI
Keunikan Bali yang lain bisa dilihat lewat bagaimana manusia Bali melakukan
pembinaan kekerabatan secara lahir dan batin. Manusia Bali begitu taat untuk
tetap ingat dengan asal muasal darimana dirinya berasal. Hal inilah kemudian
melahirkan berbagai golongan di masyarakatnya yang kini dikenal dengan wangsa
atau soroh. Begitu banyak soroh yang berkembang di Bali dan mereka memiliki
tempat pemujaan keluarga secara tersendiri.
Tatanan masyarakat berdasarkan soroh ini begitu kuat menyelimuti aktivitas
kehidupan manusia Bali. Mereka tetap mempertahankan untuk melestarikan silsilah
yang mereka miliki. Mereka dengan seksama dan teliti tetap menyimpan berbagai
prasasti yang didalamnya berisi bagaimana silsilah sebuah keluarga Bali.
Beberapa soroh yang selama ini dikenal misalnya Warga Pande, Sangging,
Bhujangga Wesnawa, Pasek, Dalem Tarukan, Tegeh Kori, Pulasari, Arya, Brahmana
Wangsa, Bali Aga dan lainnya. Semuanya memiliki sejarah turun-temurun yang
berbeda. Meski begitu, akhirnya mereka bertemu dalam siklus keturunan yang
disebut Hyang Pasupati. Begitu unik dan menarik memahami kehidupan manusia Bali
dalam kaitan mempertahankan garis leluhurnya tersebut. Sebagian kehidupan
ritual mereka juga diabdikan untuk kepentingan pemujaan terhadap leluhur mereka
A. Identifikasi Orang Bali
Suku bangsa Bali merupakan kelompok manusia yang
terikat oleh kesadaran akan kesatuan budayanya, kesadaran itu diperkuat oleh
adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran tersebut, namun kebudayaan Bali
mewujudkan banyak variasi serta perbedaan setempat. Agama Hindhu yang telah
lama terintegrasikan ke dalam masyarakat Bali, dirasakan juga sebagai unsur
yang memperkuat adanya kesadaran kesatuan tersebut.
Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa Hindhu di
berbagai daerah di Bali dalam jaman Majapahit dulu, menyebabkan ada dua bentuk
masyarakat Bali, yaitu masyarakat Bali - Aga dan masyarakat Bali Majapahit.
Masyarakat Bali Aga kurang sekali mendapat pengaruh
dari kebudayaan Jawa - Hindhu dari Majapahit dan mempunyai struktur tersendiri.
Orang Bali Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti
Sembiran, Cempaga Sidatapa, pedawa, Tiga was, di Kabupaten Buleleng dan desa
tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Orang Bali Majapahit yang pada
umumnya diam didaerah-daerah dataran merupakan bagian yang paling besar dari
penduduk Bali.
Pulau Bali yang luasnya 5808,8 Km2 dibelah dua oleh
suatu pegunungan yang membujur dari barat ke timur, sehingga membentuk dataran
yang agak sempit. di sebelah utara., dan dataran yang lebih besar disebelah
selatan. Pegunungan tersebut yang sebagian besar masih tertutup oleh hutan
rimba, mempunyai arti yang penting dalam pandangan hidup dan kepercayaan
penduduk. di wilayah pegunungan itulah terletak Kuil-kuil (pura) yang dianggap
suci oleh orang Bali, seperti Pura Pulaki, Pura Batukaru, dan yang terutama
sekali Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung.
Sedangkan arah membujur dari gunung tersebut telah
menyebabkan penunjukan arah yang berbeda untuk orang Bali utara dan Orang Bali
selatan. Dalam Bahasa Bali, kaja berarti ke gunung, dan kelod berarti ke laut.
Untuk orang Bali Utara kaja berarti selatan, sedangkan untuk orang Bali selatan
kaja berarti utara. Sebaliknya kelod untuk orang Bali utara berarti utara, dan
untuk orang bali selatan berarti selatan. Perbedaan ini tidak saja tampak dalam
penunjukan arah dalam bahasa Bali, tapi juga dalam aspek kesenian dan juga
sedikit aspek bahasa. Konsep kaja kelod itu nampak juga dalam kehidupan
sehari-hari, dalam upacara agama, letak susunan bangunan-bangunan rumah kuil
dan sebagainya.
Bahasa Bali termasuk keluarga bahasa Indonesia.
Dilihat dari sudut perbendaharaan kata dan strukturnya, maka bahsa Bali tak
jauh berbeda dari bahsa Indonesia lainnya. Peninggalan prasasti zaman kuno
menunjukkan adanya adanya suatu bahasa Bali kuno yang berbeda dari bahasa Bali
sekarang. Bahasa Bali kuno tersebut disamping banyak mengandung bahsa
Sansekrta, pada masa kemudiannya juga terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno dari
jaman Majapahit, ialah jaman waktu pengaruh Jawa besar sekali kepada kebudayaan
Bali. Bahasa Bali mengenal juga apa yang disebut "perbendaharaan kata-kata
hormat", walaupun tidak sebanyak perbendaharaan dalam bahasa Jawa. Bahasa
hormat (bahasa halus) dipakai kalau berbicara dengan orang-orang tua atau
tinggi. Di Bali juga berkembang kesusasteraan lisan dan tertulis baik dalam
bentuik puisi maupun prosa. Disamping itu sampai saat ini di bali didapati juga
sejumlah hasil kesusasteraan Jawa Kuno (kawi) dalam bentuk prosa maupun puisi
yang dibawa ke Bali tatkala Bali di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.
B. Sistem Kekerabatan Orang Bali
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting
dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai
warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan
kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh
sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa), maka perkawinan itu sedapat
mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang
yang dianggap sederajat dalam kasta. Demikian, perkawinan adat di Bali itu
bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang
Bali yang masih kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara
laki-laki. Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang
berklen, yang pada umumnya bersifat exogam.
Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang
yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam
kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah
kemungkinan akan ketegangan-keteganagan dan noda-noda keluarga yang akan
terjadi akibat perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini
terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta yang tinggi jangan sampai
kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu
akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta
dari anak wanita tersebut.
Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka
wanitannya akan dinyatakan keluar dari dadianya, dan secara fisik suami-istri
akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ketempat yang jauh dari
tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak pernah
dijalankan lagi, dan pada saat ini hukuman campuran semacam itu relatif lebih
banyak dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap pantang adalah
perkawinan bertukar antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki
istri (makedengan ngad), karena perkawinan yang demikian itu dianggap dapat
mendatangkan bencana (panes). Pada umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh
seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan meminang (memadik, ngidih) kepada
keluarga gadis, atau denganacara melarikan seorang gadis (mrangkat,ngrorod).
Kedua cara diatas berdasarkan adat.
Sesudah pernikahan, suami-istri yang baru biasanya
menetap secara virilokal dikomplek perumahan dari orang tua suami, walauntidak
sedikit suami istri yang menetap secara neolokal dengan mencari atau membangun
rumah baru. Sebaliknya ada pula suami istri baru yang menetap secara uxorilokal
dikomplek perumahan dari keluarga istri (nyeburin). Kalau suami istri menetap
secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka selanjutnya akan
diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si suami
dan mewarisi harta pusaka dari klen tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami
istri yang menetap secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal
menjadi warga dadia si istri, dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam
hal ini kedudukan si istri adalah sebagai sentana(penerus keturunan).
Suatu rumah tangga di Bali biasanya terdiri dari suatu
keluarga batih yang bersifat monogami, sering ditambah dengan anak laki-laki
yang sudah kawin bersama keluarga batih mereka masing-masing dan dengan orang
lain yang menumpang, baik orang yang masih kerabat maupun orang yang bukan
kerabat. Beberapa waktu kemudian terdapat anak laki-laki yang sudah maju dalam
masyarakat sehingga ia merasa mampu untuk berdiri sendiri, memisahkan diri dari
orang tua dan mendirikajn rumah tangga sendiri yang baru. Salah satu anak
laki-laki biasanya tetap tinggal di komplek perumahan orang tua (ngerob), untuk
nanti dapat membantu orang tua mereka kalau sudah tidak berdaya lagi dan untuk
selanjutnya menggantikan dan melanjutkan rumah tangga orang tua.
Tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas, dalam
sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatnya yang
lebih luas yaitu klen (tunggal dadia). Strutur tunggal dadia ini berbeda-beda
di berbagai tempat di Bali. Di desa-desa pegunungan, orang-orang dari tunggal
dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah lagi mendirikan
tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. didesa-desa tanah
datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan
mendirikan tempat pemujaan di masing-nasing kediamannya, yang disebut kemulan
taksu.
Disamping itu, keluarga batih yang hidup neolokal
masih mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di
rumah orang tua mereka.Suatu pura ditingkat dadia merayakan upacara-upacara
sekitar lingkaran hidup dari semua warganya, dan dengan demikian pura/kuil
tersebut mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritet anggota-anggota
dari suatu klen kecil.
Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih
besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kuil
leluhur yang sama disebut kuil (pura) paibon atau panti. Dalam prakteknya,
suatu tempat pemujaan di tingkat paibon juga hanya mempersatukan suatu
lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya saja.
Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis
dalam bentuk babad dan yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari
keluarga-keluarga yang merasa dirinya senior, ialah keturunan langsung dan
salah satu cabang yang tua dalam klen.
C. Sistem Kemasyarakatan Orang Bali
1. Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan
sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat
oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah
pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di
wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak
tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang
dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar
bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang
bersangkutan menghendaki.
Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana
warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang
kepala yang disebut kelian banjar. Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh
warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan
kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan
kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang
menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya
berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
2. Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan
mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama
dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para
penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan
yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup
dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak
sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh
beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri
dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.
3. Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada
organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah
sekaha. Organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat
sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau
upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan
tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada
juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan
atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam),
sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan
lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas
dari organisasi banjar maupun desa.
4. Gotong Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali
dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan
aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar
rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan
sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh
suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara
individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan
wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara
gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng
(menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam
menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang
terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keprluan agama,masyarakat maupun
pemerintah.
Kesatuan-kesatuan sosial di atas, biasanya mempunyai
pemimpin dan mempunyai kitab-kitab peraturan tertulis yang disebut awig-awig
atau sima. Pemimpin biasanya dipilih oleh warganya. Klen-klen juga mempunyai
tokoh penghubung yang bertugas memelihara hubungan antara warga-warga klen,
menjadi penasehat bagi para warga mengenai seluk beluk adat dan
peristiwa-peristiwa yang bersangkaut paut dengan klen. Tokoh klen serupa itu di
sebut moncol. Klen tersebut tidak mempunyai peraturan tertulis, akan tetapi
mempunya silsilah/babad. Ditingkat desa ada kesatuan-kesatuan administratif
yang disebut perbekelan. Suatu perbekelan yang sebenarnya merupakan warisan
dari pemerintah Belanda, diletakkan diatas kesatuan-kesatuan adat yang asli di
Bali, seperti desa adat dan banjar. Maka terdapatlah gabungan-gabungan dari
banjar dan desa ke dalam suatu perbekelan yang dipimpin oleh perbekel atau
bendesa yang secara administratif bertanggung jawab terhadap atasannya yaitu
camat, dan seterusnya camat bertanggung jawab kepada bupati.
D. Pola Perkampungan/ Permukiman
Pola perkampungan/ permukiman orang Bali dari segi
strukturnya dibedakan atas dua jenis, yaitu :
Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini
terutama terdapat pada desa-desa di Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan
di desa-desa iini bersifat memusat dengan kedudukan desa adat amat penting dan
sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut
Kedua, pola perkampungan menyebar, pola ini terutama
terdapat pada desa-desa di Bali dataran, dimana baik wilayah maupun jumlah
warga desa disini jauh lebih luas dan lebih besar dari desa-desa pegunungan.
Desa-desa di Bali dataran yang menunjukkan pola menyebar terbagi lagi dalam
kesatuan-kesatuan sosial yang lebih kecil yang disebut Banjar. Banjar disini
pada hakekatnya adalah juga suatu kesatuan wilayah dan merupakan bagian dari
suatu desa dengan memiliki kesatuan wilayah, ikatan wilayah, ikatan pemujaan,
serta perasaan cinta dan kebanggaan tersendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Agama yang dianut oleh sebagian
orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan
sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu
Cu. Kehidupan sosial budaya masyarakat Bali sehari-hari hampir semuanya
dipengaruhi oleh keyakinan mereka kepada agama Hindu Darma yang mereka anut
sejak beberapa abad yang lalu.
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting
dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai
warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan
kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat. Menurut anggapan
adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta
(wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen,
atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam kasta.
Sistem kemasyarakatan orang Bali ialah banjar, subak, sekaha, gotong royong
Pola perkampungan/ permukiman orang Bali dari segi
strukturnya dibedakan atas dua jenis, yaitu: pola perkampungan mengelompok
padat dan pola perkampungan menyebar.
B.
SARAN
Sebagai generasi
muda, hendaknya kita turut serta dalam melestariikan budaya bangsa. Sistem
organisasi dan kemasyarakatan di bali merupakan salah satu kebudayaan yang
patut kita lestarikan. masih banyak lagi kebudayaan-kebudayaan lain yang
membuthkan perhatian dari kita.
DAFTAR PUSTAKA
Arif.
2009. Sistem Kemasyarakatan di Bali. www.staff.blog.ui.ac.id
diunduh pada tanggal 2 Januari pukul 15.33.
____.
2007. Organisasi Tradisional Masyarakat
Bali. www.tourdebali.com
diunduh pada tanggal 2 Januari pukul 15.18.
____.
Warga Bali. 2008. www.baliantiqueco.tripod.com diunduh pada tanggal 2 Januari pukul 15.26.
panjang kali
BalasHapusNgotak dong bikin informasi di ringkas kami masyrakat umum susah mengerti
BalasHapus