PSIKOLINGUSITIK DAN IMPLIKASINYA
Oleh:
ü Annisa
Citra Sparina 2101408034
ü Diyamon
Prasandha 2101408035
ü Khoirul
Abidin 2101408071
Rombel : 1
\
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
PSIKOLINGUISTIK
DAN IMPLIKASINYA
Tujuan pengajaran
bahasa ialah menjadikan si terdidik tuntas berbahasa yang baik dan benar. Untuk
mencapai tujuan itu seorang guru harus berupaya dalam berbagai segi, antara
lain yang berhubungan dengan ilmu pendukung profesi. Oleh karena
psikolinguistik berhubungan dengan
bahasa bahkan dapat digunakan untuk menunjang pengajaran bahasa, maka
seorang guru sebaiknya dibekali dengan psikolinguistik. Berhubungan dengan
persoalan-persoalan yang ada, implikasi sosiolinguistik dikaitkan dengan
beberapa hal.
1. Psikolinguistik dan Kurikulum
Kurikulum
berperan penting dalam pembaharuan pendidikan. Kurikulum itu sendiri berkembang
dan berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan garis politik kebijakan
pemerintah.
Oleh karena
kurikulum berisi butir-butir kependidikan yang akan dicapai, maka dengan
sendirinya psikolinguistik harus tercermin dalam butir-butir kurikulum.
Misalnya yang berhubungan dengan mata pelajaran, manakah yang didahulukan, menyimak
atau berbicara. Dilihat dari psikolinguistik tentu menyimak yang harus
didahulukan karena ketika seorang lahir, maka kegiatan menyimak yang lebih
banyak menyita waktunya.
2. Psikolinguistik dan Guru
Salah satu
kompetensi yang harus dikuasai guru yakni menguasai bahan, dalam hal ini
bahasa, dan lebih khusus lagi bahasa Indonesia. Sebagai seorang guru bahasa
Indonesia, kita dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia. Untuk menguasai
bahasa Indonesia dengan baik, sebaiknya seorang guru dibentengi dengan linguistik
dan subdisiplin lainnya seperti sosiolinguistik, linguistik terapan, dan
psikolinguistik. Hal yang berhubungan dengan psikolinguistik, misalnya tuntutan
untuk memahami dan menerapkan teori akuisisi bahasa.
Salah satu teori
akuisisi bahasa, yakni teori behavioral. teori ini mengatakan bahwa anak yang
lahir tidak membawa potensi bahasa. Lepas dari benar tidaknya teori ini,
seorang guru bahasa dapat menerapkan teori ini untuk kepentingan pengajaran
bahasa. Oleh karena teori berasumsi bahwa anak tidak membawa potensi bahasa,
maka seorang guru bahasa harus memberikan kesempatan yang luas kepada si
terdidik untuk memperoleh pengalaman dengan menggunakan bahasa yang sedang
dipelajarinya. Guru harus memberikan rangsangan banyak kepada si terdidik agar
ia banyak bereaksi. Guru harus melatih si terdidik untuk memperoleh pengalaman
dalam pola-pola itu menjadi kebiasaan dan akhirnya pola-pola teresbut keluar
secara otomatis apabila diperlukan. Dengan demikian guru tidak hanya
berceramah, tetapi banyak memberika aktivitas dengan jalan memberikan
rangsangan.
Guru yang baik
akan berusaha meningkatkan profesinya dengan bantuan ilmu yang relevan. Ia
selalu mengoresi dirinya, apakah bahan yang ia ajarkan dimengerti si terdidik,
dan apakah bahan diajarkannya bermakna dalam kehidupan si terdididk?
Dilihat dari
segi linguistik, seorang guru bahasa sebaiknya mempertimbangkan tiga faktor
linguistik, yakni a) faktor kesukaran bawaan, 2) faktor hubungan bahasa yang
dipelajari dengan bahasa ibu, dan 3) faktor pengalaman belajar bahasa yang
dipelajari.
3. Psikolinguistik dan dengan Segi Si
Terdidik
Ketika seorang guru memprogramkan bahasa
sajiannya, ia akan mempertimbangkan apakah bahan itu beriorientasi pada guru,
pada tujuan, atau pakah berorientasi pada si terdidik. Kalau sajian itu
berorientasi pada guru maka akan terlihat adalah guru yang berceramah, guru
yang aktif. Kalau sajian itu berorientasi pada tujuan maka aktivitas guru yakni
mengupayakan agar tujuan pengajaran tercapai, dan kalau sajian berorientasi
pada si terdidik maka akan terlihat aktivitas si terdidik yang dikelola guru
untuk mencapai tujuan. Guru memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi si
terdidik untuk mengubah tingkah laku berbahasa sesuai dengan sajian yang telah
diprogramkan.
Dalam kaitan dengan psikolinguistik,
guru hendaknya memperhatikan tingkat kematangan si terdidik dan teori yang
relevan. Misalnya dalam teori ekuisisi bahasa dan teori mentalis. Teori ini
mengasumsikan bahwa anak yang lahir telah membawa potensi bahasa. Potensi ini
akan berkembang apabilakematangan untuk itu tiba. Tugas guru yakni menelusuri
potensi bawaan. Penelusuran tidak saja berlangsung di kelas, tetapi juga di
luar kelas bahkan ketika guru dan murid mengaadakan karyawisata. Hendaknya
diingat bahwa terdidik adalah makhluk individual dan sekaligus makhluk sosial.
Oleh karena itu faktor individual itu maka kapasitasnya untuk belajar bahasa
tidak sama bagi semua orang (Wilkins, 1972:178) Si terdidik diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kapasitasnya. Tugas guru hanya
membimbing dan mengukuhkan aktivitas yng bermakna. Si terdidik harus dihargai
sebagai individu yang berpotensi dan harus mengembangkan potensi yang
dimilkinya.
4.
Psikolinguistik
dan Perencanaan Pengajaran Bahasa
Pengajaran bahasa yang dimaksud disini yakni
pengajaran bahasa yang akan dilaksanakan oleh guru untuk sekali pertemuan.
Perencanaan pengajaran bahasa untuk sekali pertemuan dianggap mewakili setiap
kali guru akan melaksanakan kegiatan merencanakan pengajaran. Seorang guru yang
baik akan memprogramkan pengajaran bahasa sedemikian rupa sehingga tujuan yang
diruumuskan dapat tercapai. Guru masuk ke kelas dengan program yang jelas. Guru
tidak datang dengan membawa banyak buku lalu itu dibuka semua dii meja, dan
akan berceramah seperti seorang penjual obat. Dikaitkan dengan psikolinguistik,
perlu dibatasi pada pendekatan yang digunakan. Pendekatan dimaksud dapat
dilihat dari segi si terdidik. Di lihat dari segi si terdidik, pendekatan dapat
bersifat individual atau bersifat kelompok. Pendekatan yang dikaitkan dengan
teori tertentu, semisal pendekatan behavioral atau mentalis. Yang selalu
diingat adalah tujuan yang hendak dicapai.
5.
Implikasinya
dalam Pemilihan Materi Penyusunan Silabi
Pemilihan materi berkaitan dengan
perencanaan pengajaran secara menyeluruh. Untuk
melakukan pemilihan materi itu perlu diketahui tujuan, tingkat dan waktu
yang tersedia. Tujuan mengacu pada ketercapaian instruksional yang
direncanakan, tingkat mengacu pada kesukaran dan kemudahan yang akan tercrmin
dalam aktivitas belajar bahasa yang sedang dipelajari, sedangkan waktu mengacu
pada rentangan durasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan instrusional.
Materi itu sendiri telah ada dalam kurikulum.
Dilihat dari segi psikolinguistik materi
yang akan diberikan sebaiknya harus dipertimbangkan berdasarkan.
a. Tingkat
kesukaran
b. Dapat diajarkan
c. Usia
d. Sikap
si terdidik
e. Kebergunaan
Materi
yang sulit tentu akan sulit pula diajarkan, dan akan sulit bagi si terdidik
yang tingkatannya belum sesuai serta tidak menarik si terdidik karena materi itu
asing dalam kehidupan.
Psikolinguistik
dapat dimanfaatkan pula untuk menyusun silabi. Untuk menyusun silabi
pokok-pokok yang perlu dikembangkan adalah.
1. Disiplin
ilmu
2. Ruang
lingkup ilmu
3. Jenjang
pendidikan
4. Sifat
sekolah
5. Tujuan
yang hendak dicapai
Jenis-jenis silabi yang
perlu dikembangkan adalah
1. silabi nasional,
yakni silabi yang menekankan ide apa yang akan dikemukakan dalam ujaran.
2. Silabi fungsional
yakni silabi yang menekankan maksud komunikasi. Jadi silabi yang menekankan
fungsi.
3. silabi komunikatif,
yakni silabi yang menekankan segi komunikatifnya
(Suzanne, 1983:2-7)
Selain jenis silabi,
perlu pula dipertimbangkan pendekatan yang digunakan untuk menyusun silabi.
Howatt ( corder, 1974:19-20) mengemukakan dua pendekatan, yakni pendekatan
berurutan dan pendekatan spiral (linear and spiral syllabuses). Silabi
berurutan berarti materi dsusun berurutan, misalny fonologi, morfologi,
sintaksis. Pendekatan berurutan memepersyaratkan urutan materi menurut garis,
materi yang telah diberikan tidak akan diulangi lagi pada kelas-kelas
selanjutnya.Pendekatan spiral atau yang biasa disebut silabi bertahap berulang
adalah pendekatan silabi yang mempersyaratkan penyusunan silabi yang diberikan
secara bertahap dan akan diulangi pada kelas-kelas yang berlebihan tinggi.
Sudah barang tentu pada pendekatan
spiral terjadi perluasan pendalaman. Dilihat dari segi psikolinguistik,
pendekatan spiral yang baik diterapkan. Keutungan pendakatan ini, yakni si
terdidik tidak terlalu dibebani dengan bahan yang belum sesuai dengan
kematangannya dan ia dapat mengulangi bahan yang telah pernah diperolehnya
tetapi sudah lebih meluas dan mendalam.
6.
Psikolinguistik implikasinya dalam penilaian
Menilai
berati mengukur ketercapaian seseorang dalam rentangan program intruksioanal
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Untuk mengadakan penilaian perlu
dipertanyakan, (i) siapa yang menilai, (ii) siapa yang dinilai (iii) alat apa
yang digunakan untuk menilai, (iv) kapan diadakan penilaian, (v) sampai dimana
bahan yang akan dinilai, (vii) patokan apa yang akan digunakan untuk menilai,
(viii) bagaimana pengolahan penilaian, dan (ix) apakah tindak lanjut hasil
penilaian. Pada waktu seorang guru memprogramkan pelajaran, apakah untuk satu
semester atau untuk sekali pertemuan soal penilaian selalu termasuk dalam
butir-butir yang diprogramkan, kalau guru memprogramkan pelajaran untuk sekali
pertemuan tentu yang terbayang padanya yakni penilaian awal dan peniaian akhir
dalam pertemuan itu. Kalau ia memprogramakan pelajaran untuk satu semester, maka
terbayang padanya penilaian awal, tengah dan akhir semester. Penilaian ini baik
untuk sekali pertemuan maupun untuk program semester selalu disesuaikan dengan
tujuan pengajaran yang hendak dicapai.
Banyak
alat yang dapat digunakan untuk menilai,. Salah satu untuk menilai, adalah tes.
Bentuk tes bermacam-macam pula, dan yang dikenal adalah (i) bentuk esai, dan
(ii) bentuk objektif. Bentuk objektif terdiri dari,(i) mengisi, (ii) pilihan
ganda (iii) menjodohkan, dan (iv) benar-salah.seandainya sikap berbahasa yang
akan dinilai, maka ada dua bentuk tes yang dikenal, yakni Carrol and Sapon’s
Modern Language Aptitude Test(MLAT), dan Pimsleur’s Language Apititude Battery
(LAB) yang keduanya dkembangkan di AS (Wilkins, 1972:178-180).
Pada LAB terdapat unsur
linguistik yang nonlinguistik. Hal yang dites adalah
1. Kosakata
dalam bahasa
2. Kemampuan
menghasilkan kalimat baru berdasarkan pola yang ada
3. Kemampuan
membedakan bunyi bahasa pada bunyi baru
4. Tes
hubungan antara lambang dan buni bahasa
Dilihat
dari segi psikolinguistik yang perlu dikembangkan adalah
1. Si
terdidik
2. Bahan
yang akan diujikan
3. Kapan
penilaian dilaksanakan
Hal yang berhubungan
dengan si terdidik, misalnya usia, latar belakang dan ekonomi. Hal yang
berhubungan dengan bahan, misalnya tingkat kesukaran dan berhubungan dengan
penilaian dilaksanakan.
Sumber:
Syah, Muhibbin. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,1997
Tarigan, HenryGuntur, Psikolinguistik.
Bandung: angkasa, 1985
________, Pengajaran Pemerolehan Bahasa.
Bandung: Angkasa,1988
Winkel,WS. Psikologi Pengajaran.
Jakarta:Gramedia 1989
Tidak ada komentar:
Posting Komentar