Selasa, 21 Februari 2012

Pemilihan Bahasa


  
Pemilihan Bahasa
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah              : Sosiolinguistik


Disusun oleh:
Kelompok 1
1.      Siti Farihah                       (2101408112)
2.      Meina Febriani                  (2101408106)
3.      Annisa Citra Sparina        (2101408034)
4.      Arina Hanani                    (2101409035)
Rombel: 02



JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011






PEMILIHAN BAHASA

Dalam masyarakat multibahasa tersedia berbagai kode, baik berupa bahasa, dialek, variasi, dan gaya untuk digunakan dalam interaksi sosial. Untuk istilah terakhir, Kartomihardjo (1988) lebih suka mempergunakan istilah ragam sebagai padanan dari style. Dengan tersedianya kode-kode itu, anggota masyarakat akan memilih kode yang tersedia sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam interaksi sehari-hari, anggota masyarakat secara konstan mengubah variasi penggunaan bahasanya.
Ada asumsi penting di dalam sosiolinguistik yang menyatakan bahwa bahasa itu tidak pernah monolitik keberadaannya (Bell 1975). Bahasa selalu mempunyai ragam atau variasi. Asumsi itu mengandung pengertian bahwa sosiolinguistik memandang masyarakat yang dikajinya sebagai masyarakat yang beragam setidak-tidaknya dalam hal penggunaan bahasa. Adanya fenomena penggunaan variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional (Kartomihardjo 1981; Fasold 1984; Hudson 1996).
Pemilihan bahasa (language choice) dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk dikaji dari perspektif sosiolingistik. Bahkan Fasold (1984: 180) mengemukakan bahwa sosiolionguistik dapat menjadi bidang studi karena adanya pilihan bahasa. Fasold memberikan ilustrasi dengan istilah societal multilingualism yang mengacu pada kenyataan adanya banyak bahasa dalam masyarakat. Tidaklah ada bab tentang diglosia apabila tidak ada variasi tinggi dan rendah. Pada kenyataannya setiap bab dari buku sosiolinguistik karya Fasold (1984) memusatkan pada paparan tentang kemungkinan adanya pilihan bahasa yang dilakukan masyarakat terhadap penggunaan variasi bahasa. Statistik sekalipun menurut Fasold tidak akan diperlukan dalam sosiolinguistik apabila tidak ada variasi penggunaan bahasa dan pilihan di antara variasi-variasi tersebut.
Howard Giles (1996) dan kawan-kawan melihat pemilihan bahasa berhubungan dengan keinginan seseorang individu untuk memperjelas maupun mengaburkan hubungan dirinya dengan kelompok bahasa tertentu. Ide dasar dari teori akomodasi adalah bahwa secara umum seorang penutur bahasa akan berupaya masuk dalam suatu pembicaran (convergence) melalui pemilihan bahasa yang sesuai dengan keperluan peserta yang terlibat dalam komunikasi. Sebaliknya, apabila tidak ingin masuk dalam suatu pembicaran (divergence), individu tersebut akan memutuskan penggunaan bahasa tertentu secara sadar
Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 180) tidak sesederhana yang kita bayangkan, yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan (whole language) dalam suatu peristiwa komunikasi. Kita membayangkan seseorang yang menguasai dua bahasa atau lebih harus memilih bahasa mana yang akan ia gunakan. Misalnya, seseorang yang menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia harus memilih salah satu di antara kedua bahasa itu ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi.
Dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pilihan. Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intra language variation). Apabila seorang penutur bahasa Jawa berbicara kepada orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa kromo, misalnya, maka ia telah melakukan pilihan bahasa kategori pertama ini. Kedua, dengan melakukan alih kode (code switching), artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi. Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing) artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.
Peristiwa peralihan bahasa atau alih kode dapat terjadi karena beberapa faktor. Reyfield (1970: 54-58) berdasarkan studinya terhadap masyarakat dwibahasa Yahudi-Inggris di Amerika mengemukakan dua faktor utama, yakni respon penutur terhadap situasi tutur dan faktor retoris. Faktor pertama menyangkut situasi seperti kehadiran orang ketiga dalam peristiwa tutur yang sedang berlangsung dan perubahan topik pembicaraan. Faktor kedua menyangkut penekanan kata-kata tertentu atau penghindaran terhadap kata-kata yang tabu. Menurut Blom dan Gumperz (1972: 408-409) teradapat dua macam alih kode, yaitu (1) alih kode situasional (situational switching) dan (2) alih kode metaforis. Alih kode yang pertama terjadi karena perubahan situasi dan alih kode yang kedua terjadi karena bahasa atau ragam bahasa yang dipakai merupakan metofora yang melambangkan identitas penutur.
Campur kode (code mixing) merupakan peristiwa percampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu peristiwa tutur. Di dalam masyarakat tutur Jawa yang diteliti ini juga terdapat gejala ini. Gejala seperti ini cenderung mendekati pengertian yang dikemukakan oleh Haugen (1972: 79-80) sebagai bahasa campuran (mixture of language), yaitu pemakaian satu kata, ungkapan, atau frase. Di Filipina menurut Sibayan dan Segovia (1980: 113) disebut mix-mix atau halu-halu atau taglish untuk pemakaian bahasa campuran antara bahasa Tagalog dan bahasa Inggris. Di Indonesia, Nababan (1978: 7) menyebutnya dengan istilah bahasa gado-gado untuk pemakaian bahasa campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Faktor Penanda Pilihan Bahasa
Pilihan bahasa dalam interaksi sosial masyarakat dwibahasa/ multibahasa disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan budaya. Evin-Tripp mengidentifikaskan empat faktor utama sebagai penda pilihan bahasa penutur dalam interkasi sosial, yaitu (1) latar (waktu dan tempat) dan situasi; (2) partisipan dalam interkasi, (3) topik percakapan, dan (4) fungsi interaksi.
 Faktor pertama dapat berupa hal-hal seperti makan pagi di lingkungan keluarga, rapat di keluarahan, selamat kelahiran di sebuah keluarga, kuliah, dan tawar menawar barang di pasar. Faktor kedua mencakup hal-hal seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan perannnya dalam hubungan dengan mitra tutur. Hubungan dengan mitra tutur dapat berupa hubungan akrab dan berjarak. Faktor ketiga dapat berupa topik tentang pekerjaan, keberhasilan anak, peristiwa-peristiwa aktual, dan topik harga barang di pasar. Faktor keempat berupa hal-hal seperti penawaran informasi, permohonan, kebiasaan rutin (salam, meminta maaf, atau mengucapkan terima kasih).
Senada dengan Evin-Tripp, Grosjean (1982: 136) berpendapat tentang faktor-faktor yang berpengaruh dalam pilihan bahasa. Menurut Grosjean terdapat empat faktor yang mempengaruhi pilihan bahasa dalam interaksi sosial, yaitu (1) partisipan, (2) situasi, (3) isi wacana, dan (4) fungsi interaksi.
Faktor situasi mengacu pada (1) lokasi atau latar, (2) kehadiran pembicara monolingual, (3) tingkat formalitas, dan (4) tingkat keakraban. Faktor isi mengisi wacana mengacu pada (1) topik pembicaraan, dan (2) tipe kosakata. Fatkor fungsi interaksi mencakupi aspek (1) menaikan status, (2) penciptaan jarak sosial, (3) melarang masuk/ mengeluarkan sesorang dari pembicaraan, dan (4) memerintah atau meminta.
Dari paparan berbagai faktor di atas, yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak terdapat faktor tunggal yang dapat mempengaruhi pilihan bahasa sesorang. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah faktor-faktor itu memiliki kedudukan yang sama pentingnya?. Kajian penelitian pemilihan bahasa yang pernah dilakukan terdahulu diketahui bahwa umunya beberapa faktor menduduki kedudukan yang lebih penting daripada faktor lain. Di Obserwart, Gal (1982) menemukan bukti bahwa karakteristik penutur dan mitra tutur menduduki faktor yang penentu pilihan bahasa dalam masyarakat tersebut. Sedangkan faktor topik dan latar merupakan faktor yang kurang penting daripada faktor partisipan.
Berbeda dengan Gal, Rubin (1982) menemukan faktor penentu yang terpenting adalah lokasi tempat berlangsungya peristiwa tutur. Dalam penelitiannya tentang pilihan bahasa Guarani dan Spanyol di Paraguay, Rubin menyimpulkan bahwa lokasi interaksi yaitu (1) desa, (2) sekolah, dan (3) tempat umum sangat menentukan pilihan bahasa masyarakat. Di desa pembicara akan memilih bahasa Guarani, di sekolah akan memilih bahasa Spanyol, dan di tempat umum memilih bahasa Spanyol.

Tiga Pendekatan Kajian Pemilihan Bahasa
Kajian pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 183) dapat dilakukan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi sosial, dan pendekatan antropologi. Ketiga pendekatan itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pendekatan sosiologi berkaitan dengan analisis ranah. Pendekatan ini pertama dikemukakan oleh Fishman (1964). Ranah menurut Fishman merupakan konstelasi faktor lokasi, topik, dan partisipan. Ranah didesfinisikan pula sebagai konsepsi sosiokultural yang diabstraksikan dari topik komunikasi, hubungan peran antar-komunikator, dan tempat komunikasi di dalam keselarasan dengan pranata masyarakat dan merupakan bagian dari aktivitas masyarakat tutur (Fishman dalam Pride dan Holmes (eds) 1972). Di bagian lain Fishman (dalam Amon 1987) mengemukakakan bahwa ranah adalah konspesi teoretis yang menandai satu situasi interaksi yang didasarkan pada pengalaman yang sama dan terikat oleh tujuan dan kewajiban yang sama, misalnya keluarga, ketetanggaan, agama, dan pekerjaan. Sebagai contoh, apabila penutur berbicara di rumah dengan seorang anggota keluarga mengenai sebuah topik, maka penutur itu dikatakan berada pada ranah keluarga. Pemilihan ranah ini mengacu pada pendapat Fishman.
Berbeda dengan pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi sosial lebih tertarik pada proses psikologis manusia daripada kategori dalam masyarakat luas. Pendekatan ini lebih berorientasi pada individu seperti motivasi individu daripada berorientasi pada masyarakat. Karya-karya penting kajian pemilihan bahasa dengan pendekatan psikologi sosial telah dilakukan oleh Simon Herman (1968), Giles et al. (1973) Bourhish dan Taylor (1977).
Herman (dalam Fasold 1984) mengemukakan teori situasi tumpang tindih yang mempengaruhi seseorang di dalam memilih bahasa. Situasi yang dimaksud adalah (1) kebutuhan personal (personal needs), (2) situasi latar belakang (background situation) dan (3) situasi sesaat (immediate situation). Dalam pemilihan bahasa salah satu situasi lebih dominan daripada situasi lain.
Giles (1977: 321-324) mengajukan teori akomodasi (accommodation theory). Menurut Giles terdapat dua arah akomodasi penutur dalam peristiwa tutur. Pertama, akomodasi ke atas yang terjadi apabila penutur menyesuaikan pilihan bahasanya dengan pilihan bahasa mitra tutur. Kedua, akomodasi ke bawah, yang terjadi apabila penutur menginginkan agar mitra tuturnya menyesuaikan dengan pilihan bahasanya.
Pandangan Herman dan Giles tersebut mengimplikasikan adanya hubungan yang maknawi antara tingkat kondisi psikologis peserta tutur dan pemilihan bahasanya. Dengan demikian, untuk mengungkap permasalahan pemilihan bahasa perlu pula dilakukan tilikan dari segi kondisi psikologis orang per orang dalam masyarakat tutur ketika mereka melakukan pemilihan bahasa atau ragam bahasa.
Seperti halnya pendekatan psikologi sosial, pendekatan antropologi tertarik dengan bagaimana seorang penutur berhubungan dengan struktur masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa apabila psikologi sosial memandang dari sudut kebutuhan psikologis penutur, pendekatan antropologi memandangnya dari bagaimana seseorang memilih bahasa untuk mengungkapkan nilai kebudayaan (Fasold 1984: 193). Dari segi metodologi kajian terdapat perbedaan antara pendekatan sosiologi, psikologi sosial, dan antropologi. Dua pendekatan pertama yang disebut lebih mengarahkan kajiannya pada data kuesioner dan observasi atas subjek yang ditelitinya. Sedangkan pendekatan yang ketiga menempatkan nilai yang tinggi pada perilaku takterkontrol yang alamiah.


Daftar Pustaka
Rokhman, Fathur. 2008. Silabus dan Hand out Perkuliahan Mahasiswa. Unnes.
Fasold, Ralph. 1990. The Sociolinguistics of Language. Oxford: Basil Blackwell.
Fasold, Ralp. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell.
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Longman.
Hudson, R.A. 1992. Sociolinguistics (Second Edition). Cambridge: Cambridge University Press.
Kartomihardjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar