A.
PENGERTIAN KRITIK
SASTRA
Istilah
”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti
”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion
yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim
kasustraan”. Kritik sastra dapat diartikan sebagai
salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis,
penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni.
Menurut
Graham Hough (1966: 3) bahwa kritik sastra itu bukan hanya terbatas pada
penyuntingan dan penetapan teks, interpretasi , dan pertimbangan nilai,
melainkan kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah
kesusastraan itu, untuk apa, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah
kemanusiaan yang lain.
Abrams dalam Pengkajian
sastra (2005: 57) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu
yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya
sastra.
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Studi
sastra (ilmu sastra) mencakup tiga bidang, yakni: teori sastra, kritik sastra,
dan sejarah sastra. Ketiganya memiliki hubungan yang erat dan saling mengait.
Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang
ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks
sastra.
B. FUNGSI KRITIK SASTRA
Menurut Pradopo fungsi utama kritik
sastra dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1. Untuk
perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan teori
sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene wellek “karya
sastra itu tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan dinilai tanpa
dukungan prinsip-prinsip kritik sastra.”.
2. Untuk
perkembangan kesusastraan, maksudnya adalah kritik sastra membantu perkembangan
kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra mengenai baik
buruknya karya sastra dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan persoalan karya
sastra.
3. Sebagai
penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penjelasan tentang karya
sastra, kritik sastra menguraikan (mengsnalisis, menginterpretasi, dan menilai)
karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik sastra ini
bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo, 2009: 93).
Berdasarkan uraian di atas dapat
digolongkan kembali fungsi kritik satra menjadi dua:
1. Fungsi
kritik sastra untuk pembaca:
a. Membantu
memahami karya sastra
b. Menunjukkan
keindahan yang terdapat dalam karya sastra,
c. Menunjukkan
parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra,
d. Menunjukkan
nilai-nilai yang dapat dipetik dari sebuah karya sastra.
- Fungsi
kritik sastra untuk pengarang:
a. Mengetahui
kekurangan atau kelemahan karyanya,
b. Mengetahui
kelebihan karyanya,
c. Mengetahui
masalah-msalah yang mungkin dijadikan tema karangannya.
C.
MANFAAT KRITIK SASTRA
Manfaat
dari kritik sastra dapat diuraikan menjadi:
- Manfaat
kritik sastra bagi penulis:
a. Memperluas
wawasan penulis baik yang berkaitan dengan soal bahasa, objek atau tema-tema
karangan, maupun teknik bersastra.
b. Menumbuhsuburkan
motivasi untuk mengarang.
c. Meningkatkan
kualitas karangan.
- Manfaat
kritik sastra bagi pembaca:
a. Menjembatani
kesenjangan antara pembacakepada karya sastra.
b. Menumbuhkan
kecintaan pembaca kepada karya sastra.
c. Meningkatkan
kemanpuan mengapresiasi karya sastra.
d. Membuka
mata hati dan pikirtan pembaca akan nilai-nilai yang terdapat dalam karya
sastra.
- Manfaat
kritik sastra bagi perkembangan sastra:
a. Mendorong
laju perkembangan sastra baik kualitatif maupun kuantitatif.
b. Memperluas
cakrawala atau permasalaha yang ada dalam karya sastra.
D.
Jenis-jenis pendekatan kritik sastra
Berdasarkan
pendekatannya terhadap karya sastra. Menurut Abrahams (1981: 36-37) membagi
kritik sastra dalam empat tipe, yakni
kritik mimetik (mimetic criticism), kritik pragmatik (pragmatic criticism),
kritik ekspresif (ekspresive criticism) dan kritik objektif (objective
criticism).
1) Kritik mimetik
Menurut
Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan
aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan.
Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu
menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan
realita semakin baguslah karya sastra itu.
Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.
Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.
Di
Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain
misalnya:
- Novel
Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo
- Novel
Indonesia Populer, Jakob Sumardjo
2) Kritik pragmatik
Kritikus
jenis ini memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan
(mendapatkan sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada
umumnya: edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini
cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.
Ada
yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya
(reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah
menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung
Jawab dalam Kesusastraan.
3) Kritik ekspresif
Kritik
ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa
sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan
pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya
sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan,
kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Pendekatan
ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman
sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Umumnya, sastrawan romantik jaman BP/PB
menggunakan orientasi ekspresif ini dalam teori-teori kritikannya. Di
Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
- Chairil
Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman
- Di
Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi
- Sosok
Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo
- WS
Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lake
- Cerita
Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan, Korrie Layun Rampan
4)
Kritik objektif
Kritikus
jenis ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap
sekitarnya, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra
merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari
bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki
pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan
keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling
berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya)
Jadi,
unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb;
tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb.
Pendekatan kritik sastra jenis ini
menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.
Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
- New Critics (Kritikus Baru di AS)
- Kritikus formalis di Eropa
- Para strukturalis Perancis
Di Indonesia, kritik jenis ini
dikembangkan oleh kelompok aliran Rawamangun.
1.
Bentuk Lakon Dalam Sastra Indonesia, Boen S. Oemaryati
2.
Novel Baru Iwan Simatupang, Dami N. Toda
3.
Pengarang-pengarang Wanita Indonesia, Th. Rahayu Prihatmi
4.
PerkembanganNovel-Novel di Indonesia, Umar Yunus
5.
Perkembangan Puisi Indonesia dan Melayu Modern, Umar Yunus
6.
Tergantung Pada Kata, Teeuw
Ini adlah artikel yang baik sekali untuk tambahan materi analisis sastra..Terimaksih sudah m'psting artikel ini..
BalasHapuskembali kasih . . . ^^
BalasHapusgak ada daftar pustakanya..
BalasHapuslupa sist... dokumennya uda ilang... hhe... maaf... ^^v
Hapusthanks....... bagus da
BalasHapus^^
Hapus