Malam itu, meski capek karena kegiatan seharian, tapi badan terasa segar
karena habis mandi. Aku tidur mengenakan daster dan selimut lebar. Saat
membaringkan tubuh di kasur, terasa enak dan rileks sekali segenap urat
dan nadiku. Meski pikiranku sempat berkeliaran, namun akhirnya aku
tertidur juga. Bermimpi dicumbu dan dipeluk oleh Julia. Dan memang,
dalam tidur nyenyak itu, aku dikagetkan oleh sebuah sosok yang tiba-tiba
sudah berbaring di sampingku, mendempek tubuhku atas ranjang yang
sempit itu. Ah, Julia, mau apa dia. Masih bingung dan tak berani
menolak, aku diamkan saja.
Kurasakan dengus nafasnya yang tidak
teratur, mendengu-dengus menerpa pipiku. Hangat rasanya. Lengannya
memeluk erat tubuhku. Aku berdiam dan pura-pura tibur. Sedikit gemetaran
dan sungkan, membuat aku tak berani berbuat apapun, meski sekedar
menyingkirkan lengannya yang mendekapku. Pelan namun pasti, kurasakan
pipinya semakin mendekat ke pipiku...dan akhirnya, cup, sebuah kecupan
lembut kurasakan hangat dan basah. Bibirnya terus menempel di pipiku,
dan aku tetap mendiamkannya. Sampai di sini, meski dadaku berdetak
cepat, rasa ngantuk kembali menyerang, dan pelan-pelan aku kembali
tertidur dalam dekapan Julia. Entah apa yang dilakukan Julia terhadap
tubuhku di ranjang sempit itu saat aku mulai tertidur. Tiba-tiba saja
aku merasa tenang dan damai dalam tidurku. Terasa dilindungi dan
diayomi, terlebih dekapan itu terasa kian hangat dan menentramkan.
Bengongku
tersentak oleh kecupan Julia di bibirku. Agak lama, sambil dia
memelukku. Sampai akhirnya, aku bisa tertidur juga lama setelah itu.
Dalam tidurku, aku bermimpi bertemu Julia entah di dunia mana. Dia
mencium bibirku. Dia memelukku. Tiba-tiba, aku terjaga, mendapatkan
Julia telah benar-benar memelukku di ranjang atas yang sempit. Dan
selanjutnya kami saling memberi dan menerima. Tak ada kata rasa risih
dengan cinta sejenis ini, karena cinta selalu bicara keindahan.
Ach,
rasanya tak pantas jika kuceritakan “malam pertamaku” itu bersama Julia.
Yang jelas, orang masih saja menghakimi aku sebagai abnormal. Dunia
diciptakan untuk lelaki dan perempuan, begitu salah satu komentar.
Maksudnya jelas, orang seperti aku tidak diperuntukkan bagi dunia ini.
Lalu, di mana tempat yang layak bagiku? Apakah orang seperti aku
benar-benar tak boleh ada di dunia ini?
Aku tak terlalu dungu untuk
sebuah renungan. Aku telah merenung bertahun-tahun. Memikirkan dan
mempertimbangkan, apakah jalan hidupku ini benar adanya. Nyatanya aku
juga pernah pacaran sama cowok. Aku masih sendiri, kesepian, dan mencoba
menegakkan kaki. Aku terus melanjutkan hidupku, dengan sederet
cita-cita. Tentu, cita-cita yang sama seperti orang lain yang menganggap
dirinya normal. Ingin bekerja, ingin hidup mapan, ingin dihargai. Tapi,
aku tak mau dinilai murahan. Aku tetap menjaga prestasi akademik. Masih
melibatkan diri di beberapa organisasi. Sayang, teman-teman cewek di
organisasiku belum satu orang pun yang kukira sama arah jalannya
denganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar